Laman

Minggu, 05 Februari 2012


KOMPETENSI PROFESIONAL
DAN
STANDARISASI KARIR GURU
Oleh : Deni Sopari

K
ompetensi profesional guru dipertanyakan , pada saat-saat ini pernyataan tersebut sedang hangat-hangatnya diperbincangkan oleh berbagai kalangan yang perduli  terhadap mutu pendidikan di negeri ini,  walaupun kebenarannya masih perlu pembuktian di lapangan. Hanya yang jelas issue tersebut langsung disikapi oleh pemerintah melalu Dinas Pendidikan dengan digelarnya program sertifikasi guru yang salah satunya bertujuan untuk meng up grade kompetensi profesionalisme guru.  Walaupun hasilnya apakah program ini mampu mengangkat keprofesionalan guru atau hanya meningkatkan sejahteraan guru melalui tunjangan profesinya ?
Apabila dikaji secara faktual dilapangan rendahnya kompetensi profesional guru salah satunya dipengaruhi oleh belum adanya standarisasi karir guru yang bisa dijadikan pegangan dalam pembinaan  karir guru baik dari segi kompetensi profesional maupun pengembangan karirnya.  Peningkatan karir guru selama ini dengan menggunakan sistem kredit poin tidak ditunjang dengan pola pembinaan kompetensi yang harus dimiliki guru dalam tiap jenjang pangkat dan golongan. Wajar kalau kompetensi guru tidak berkembang bahkan mungkin semakin menurun
Kompetensi profesional apa yang harus dimiliki dalam karir guru dan bagaimana pola pengembangannya tulisan ini mencoba untuk mengungkapkannya.
Kompetensi Profesional Guru
Dalam Undang-Undang guru dan Dosen 2005 Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan , melatih , menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur formal ,   pendidikan dasar dan pedidikan menengah.
Sebagai tenaga  profesional maka guru dikenal sebagai salah satu jenis dari sekian pekerjaan yang memerlukan bidang keahlian khusus seperti dokter, insinyur  dan bidang perkerjaan lainnya yang menuntut  keahlian yang lebih spesifik . Apalagi dengan perkembangan dunia yang semakin maju , semua bidang memerlukan adanya spesialisasi  yang ditandai dengan adanya standar kompetensi profesional tertentu, begitu juga dengan profesi guru. Kompetensi profesional ini sangat diperlukan  guna menjalankan fungsi profesi atau dengan kata lain guru dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin. Sebab seorang profesional adalah seorang ahli . Keahlian ini ditandai dengan ukuran tertentu dengan teknik etikanya ’characterized by or comfroming to the thecnical or ethical standar of a profesion ”. Dan memiliki kemampuan dalam bidang khusus  ‘ has an assured competence in a particulari field’. ( Webster dlm Tirtosudiro : 1991). Hal ini sejalan dengan pendapat Hager dalam Suparlan ( 1994) ” An Integrated view sees competence as a complek combination of knowledge , attitude , skills, and value displayed in the contex of task performance” . secara sederhana kompetensi profesional guru merupakan kombinasi komplek dari pengetahuan, sikap, keterampilan , dan  nilai-nilai yang ditunjukkan  oleh guru  dalam kontek kinerja tugas yang diberikan kepadanya. Dan menjadi ukuran sebagai persyaratan dalam penguasaan pengetahuan dan perilaku  perbuatan  bagi seorang guru  agar berkelayakan  untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan.
Ukuran-ukuran inilah yang digunakan pemerintah dalam penyeleksian guru profesional dalam sertifikasi guru melalui portopolio yang berisi kompetensi pendagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang disebar kedalam         sepuluh kualifikasi dengan standarisasi penilaian skor kelulusan minimal 850 dari 1500
skor maksimum yang ditetapkan. Apabila guru berhasil mengumpulkan skor portopolio mencapai 850 predikat guru profesional  berhak untuk disandangnya. Walau akhirnya dengan beberapa pertimbangan aturan ini dihapus, peserta sertifikasi tidak diharuskan membuat portofolio asal memenuhi syarat langsung mengikuti PLPG, lulus tidaknya ditentukan olaeh hasil PLPG ini.
Dengan predikat guru profesional ini diharapkan tidak akan terjadi apa yang di khawatirkan oleh  Prof Suyanto Ph.D Rektor UNY ( 2004 ) terjadinya proses pembelajaran yang kontra produktif  yang tidak membuahkan hasil yang maksimal dan kecenderungan terjadi pentransferan nilai-nilai negatif ( transfer of negative value ) yang merugikan siswa, walaupun itu terjadi apabila terjadi kekeliruan dan kesalahan treatmen dapat dituntut pertanggungjawabannya dimuka pengadilan sebagai konsekuensi dari keprofesionalisasiannya ( Tirtosudiro : 1991 ).
Untuk pencapaian tujuan di atas maka perlu adanya pengendalian mutu kompetensi profesional guru yang salah satunya yaitu dengan diadakannya program standarisari pengembangan karir guru yang berkelanjutan.
Standarisasi Pengembangan Karir  Guru
            Pembinaan karir guru selama ini masih bersifat sentralistik di atur secara terpusat oleh pemerintah. Dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional melalui ketentuan PGPS ( Peraturan Gaji Pegawai Sipil ) dan ketentuan lain tentang kenaikan pangkat dengan sistem kredit.  Dalam pelaksanaan dilapangan ketentuan ini memang menguntungkan bagi pihak guru artinya tidak harus susah-payah memperjuangkan kenaikan pangkat asalkan telah terpenuhi otomatis pangkat dan golongan akan naik. Tapi apabila dikaji dampaknya sangat merugikan terhadap peningkatan kualifikasi profesional guru itu sendiri guru jadi terlena dengan rutinitas dan tidak tergerak untuk memperbaiki kualitas keprofesionalisasiannya. Akhirnya yang terjadi pangkat dan golongan terus meningkat tapi kemampuan tetap, kondisi ini mengundang sentimental sebagian orang yang memelesetkan PGPS dengan singkatan Pinter Goblok Penghasilan Sama , sungguh ironis . Dipihak lain kondisi ini rawan terjadi penyimpangan Kepala sekolah sering dihadapkan kepada kondisi dilematis dalam menandatangani usulan kenaikan golongan / pangkat terhadap guru-guru yang kurang pantas untuk naik golongan atau menentukan penilaia DP3, karena unsur kasihan , kedekatan terpaksa meloloskan atau menaikan DP3 dan usulan golongan dan pangkat guru tersebut. Dipihak lain sistem kredit poin ini karena tidak memuat kejelasan unsur pengembanga karir guru sebagian kecil guru karena kapasitas pribadinya atau karena  faktor lainnya dapat berubah menjadi kepala desa, anggota legislatif, dan bahkan menjadi tenaga struktural di lingkungan dinas pendidikan. Sedangkan sebagian besar lainya mengalami nasib  yang  tidak menentu.
Kondisi ini apabila dikaji dengan arif dan bijak , kondisi-kondisi di atas terjadi karena salah satunya tidak ada kejelasan atau mungkin belum adanya standar pengembangan karir guru .  Ketentuan kenaikan pangkat dengan sistem kredit poin tanpa ditunjang dengan pembinaan baik sebelum maupun sesudah ia menyandang pangkat dan golongan .  Maka wajar ketika digelar uji sertifikasi guru, hanya sebagian kecil saja guru yang lulus dan uji sertifikasi ini atau mentoknya guru dalam golongan IV a, karena mereka tidak pernah mendapat fasilitas pembinaan  pada setiap jenjang golongan dan pangkat yang pernah dan sedang disandangnya.
Memang kita akui usaha pemerintah dalam pengembangan karir guru ini telah berusaha membentuk BPG ( Balai Pelatihan Guru), PPPG ( Pusat Pendidikan dan Pelatihan  Guru )
PKG ( Pusat Kegiatan Guru ) yang dikembangkan dalam MGMP ( Musyawarah Guru Mata Pelajaran ) bahkan sekarang muncul LPMP ( Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) . Tapi berapa persen ( % ) guru yang terakomidir dalam lembaga-lembaga ter  sebut ?. Bagaimana guru karena kapasitas dan lokasi kerjanya tidak bisa mengikuti kegiatan pelatihan dan atau penataran yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga tersebut padalah banyak yang sudah mencapai golongan III/d ke atas. Bahkan di dunia persekolahan muncul istilah ” guru tukang penataran” karena seringnya mengikuti penataran dan dilain pihak justru masih banyak yang belum menerima kesempatan untuk kegiatan tersebut.
Sehubungan dengan pengembangan karir guru Prof.DR . Dedi seorang guru besar UPI Bandung ( 2003) mengungkapkan 5 tahapan karir guru , yaitu : 1) Pendidikan prajabatan ( preparation preservice ) , 2). Pengangkatan dan penempatan ( recruitment and deplayment ), 3). Pengembangan profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan dalam jabatan ( in-service training ) 4). Mutasi dan promosi ( transfer and fromotion ) dan yang ke 5). Pensiun.  Rentang waktu yang diperlukan untuk melalui 5 tahapan mulai dari yang pertama hingga pensiun  memerlukan waktu 30 – 35 tahun hingga pensiun di usia 60 tahun.  Ternyata berdasarkan hasil penelitiannya rentang waktu 30 – 35 tahun  porsi yang dijalani  para guru  sebagian besar waktu mereka digunakan untuk mengajar di di sekolah.  Hanya sebagian kecil digunakan untuk pendidikan dan pengembangan diri melalui pendidikan dan pelatihan  atau hanya 10 % dari rentang waktu karir, padalah idealnya secara management pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) idealnya  minimal 20% dari seluruh masa kerja pegawai digunakan untuk kegiatan yang menunjang pengembangan diri.
Untuk mengatasi permasalahan di atas Suparlan ( 2004 ) mengajukan rumusan tentang pola pengembangan karir guru yang tertuang dalam bagan sebagai berikut :


No
Jenjang Karir
Persyaratan
Standar Gaji
1
Pejabat Pimpinan di Kantor Dinas Pendidikan dan atau Departemen Pendidikan Nasional
  • Mengikuti Diklat Internasional
  • Mengikuti Diklat kepemimpinan tingkat menengah dan tinggi
Standar  X
2
Pengawas
  • Pernah menjadi Kepala Sekolah
Standar  VIII
3
Kepala Sekolah
  • Pernah menjadi Wakil Kepala Sekolah
  • Mengikuti diklat Kepemimpinan tingkat tinggi
Standar VII
4
Wakil Kepala Sekolah
  • Mengikuti diklat kepemimpinan tingkat menengah
Standar VI
5
Guru Utama
  • Mengikuti diklat kepemimpinan tingkat lanjut
Standar V
6
Guru Dewasa
  • Mengikuti diklat kepemimpinan tingkat dasar
  • Mengikuti diklat jenjang tinggi dalam spesialisasinya
Standar  IV
7
Guru Madya
  • Mengikuti diklat jenjang lanjut dan menengah
  • Pengalaman mengajar minimal 5 tahun
Standar III
8.
Guru Muda
  • Lulus seleksi secara objektif dengan terst perbuatan
  • Mengikuti diklat jenjang tingkat dasar dalam spesialisasinya
Standar  II
9
Guru Baru
  • Lulus LPTK
  • Lulus LPTK program beasiswa    prestasi
  • Mengikuti test standar Kompetensi Guru
Standar I
           
            Dari tabel di atas tergambar bagaimana jenjang karir guru dan standar kompetensi profesional apa saja yang harus dimilikinya oleh setiap guru dalam jenjang karirnya serta rewared yang diterima sesuai dengan jenjang karirnya.
Lebih jauh ada beberapa hal yang perlu disikap dalam penjenjangan karir guru tersebut diantaranya : Kesatu , adanya kepastian jenjang karir mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi, hal ini akan menghilangkan ketidakpastian karir sehingga akan mengurangi guru yang berpindah keprofesi lain diluar jalur guru.  Kedua,  perlu adanya pembinaan karir guru ditiap jenjang pangkat dan golongan pembinaan ini harus bersifat kedinasan dan mengikat bagi setiap guru yang menjabat pangkat dan golongan tersebut. Pembinaan ini harus menjadi program pemerintah melalui Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan ( PMTK )  dengan memberdayakan Lembaga-lembaga Penjaminan Mutu yang tersebar di Seluruh Indonesia. Dengan program ini tidak akan terjadi golongan IV kemampuannya sama dengan golongan III atau II. Dan yang jelas kompetensi profesional guru akan terjamin.  Ketiga, dengan adanya perbedaan yang jelas kompetensi tiap jenjang karir dengan fasilitas pembinaannya maka kenaikan tiap jenjang atau pangkat dan golongan perlu diadakannya ujian kenaikan tingkat. Hal ini diperlukan sebagai social kontrol terhadap guru agar tetap menjaga kompetensi keprofesionalannya dan yang jelas akan menambah kebanggaan tersendiri bagi guru karena untuk mendapatkan jenjang pangkat dan golongannya tidak mudah. Keempat , sebagai konsekuensi logis dari keprofesionalan ini maka gajipun harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki tiap jenjang. Yang mampu memberikan standar hidup layak  sehingga secara tidak langsung akan memberikan ketenangan  dalam menggeluti profesinya tanpa dibayangi oleh urusan kebutuhan hidup. Menurut hemat penulis karena kedudukannya yang sangat strategis  penggajian guru ini hendaknya memiliki pengaturan gaji tersendiri sebagai mana halnya anggota TNI /POLRI dan dinas Kesehatan.
Upaya-upaya tersebut  diharapakan akan ;  kesatu , meningkatkan kompetensi profesional guru sesuai dengan standarnya , kedua, terpenuhinya syarat kualifikasi guru yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan ketiga meningkatnya kompetensi syarat kualifikasi.
            Sebagai penutup dari tulisan ini kita renungkan pernyataan Bung Karno tentang pentingnya pembinaan karir guru, yaitu ” Men kan niet onderwijsen wat men will, men kan niet onderwijsen wat men weet, men kan allen onderwijsen wat men is ” Artinya  : ” Seseorang tidak bisa mendidik karena ia mau, seseorang  tidak bisa mendidik karena ia tahu , tetapi seseorang hanya bisa mendidik apabila ia mampu menampilkan dirinya secara utuh sebagai guru”. Maka ia harus  ”Bevoegd en bekwaam” ( berkewenangan dan berkemampuan ).  Maka itu guru harus ; terdidik dengan baik ( well education ), terlatih dengan baik ( well trained ), dihargai dengan baik ( well paid / rewarded ) , terlindung dengan baik ( well protected ) dan dikelola dengan baik ( well managed ). Prof Dr. Udin S.Winataputra,M.A ( 2006). Berikanlah aku guru yang baik , dan dengan kurikulum yang kurang baik sekalipun aku akan dapat  menghasilkan peserta didik yang baik. (Suparlan : 2004 ).
                                                            Penulis adalah guru di SMPN 14 Kota Serang
                                                            Serang Banten

Daftar Kepustakaan :
1.                                                                                           ..........................., ( 2006 )  Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 14 tahun 2005 tentang  Guru dan Dosen, Pengurus Besar PGRI, Jakarta.
2.                                                                                           Supriadi, Dedi, Prof, DR, ( 2003 ). Guru di Indonesia ; Pendidikan, Pelatihan, dan Perjuangan Sejak Zaman Kolonialisme Hingga Era Reformasi, Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
3.                                                                                           Suparlan, Drs, M.Ed., ( 2004 ). Standar Pengembangan Karir Guru di Indonesia Masukan Awal., Makalah disampaikan dalam Diklat tingkat Instruktur / Pengembang Matematika  tingkat Dasar , Yogyakarta: Dikdasmen.
4.                                                                                           Tirtosudiro, Achmad. A, H, Letjen TNI ( Purn), ( 1991 ) . Tuntunan Profesional Bagi Pengelola Managemen Sistem Pendidikan Indonesia, Bandung: Mimbar Pendidikan  No.3 Thn X Nop. 1991.
5.                                                                                           Suyanto, Prof, DR., ( 2004 ) . Inovasi Pembelajaran ( makalah ) . Jogyakarta.
6.                                                                                           Wiranataputra, Udin.S, Prof, DR. ( 2006 ). Sertifikasi Guru: Kebijakan, Praktis dan Konsep, Materi diklat management Quality control Pendidikan di SLTP . Banten

Tidak ada komentar: