( CLASSROOM ACTION RESEARCH )
Oleh :
Deni Sopari
ABSTRAK
Penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial di kelas 8E SMP Negeri 14 Kota
Serang melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing . Jenis penelitian yang
dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas ( Classroom Action Ressearch ) yang dilaksanakan dalam tiga siklus
tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu : Perencanaan (Planning ), Pelaksanaan ( Acting ), Observasi ( Observating ) dan Refleksi ( Reflecting ) . Dari hasil observasi
perkembangan keaktivan siswa mulai siklus kesatu, kedua dan ketiga terbukti
bahwa model inkuiri terbimbing mampu
meningkatkan aktivitas berpikir siswa selama proses pembelajaran. Begitu juga berdasarkan
hasil pengolahan data dengan menggunakan SPPS 13.0 hasil belajar menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berpikir yang
signifikan . Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada guru-guru
IPS untuk mendiskusikan dan mengimplementasikan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dalam praktek pembelajarannya.
Kata
kunci :Pembelajaran
IPS, model pembelajaran inkuiri terbimbing ,keterampilan berpikir.
A.
Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) merupakan salah satu program yang harus
ditempuh oleh siswa di jenjang SMP ditujukan supaya siswa mampu untuk berpikir
dan berlatih kritis, analitis dan kreatif, serta membiasakan diri dalam proses
berpikir ilmuwan sosial dan proses internalisasi yang menekankan pada proses
mengambil keputusan secara rasional berdasarkan pengetahuan yang sudah
disederhanakan. Proses ini diharapkan juga dapat membiasakan siswa melakukan
klarifikasi terhadap sistem nilai, dengan Pancasila sebagai kerangka rujukan
disertai keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT (Somantri , 2001:45).
Pencapaian tujuan pembelajaran IPS adalah pentingnya mengembangkan
keterampilan berpikir (Somantri,2001:184). Hal
yang sama National
Council for the Social Studies (NCSS) mengemukakan
keterampilan berpikir (thinking skills)
dalam pelajaran IPS merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki siswa di samping keterampilan penelitian (research
skills), berpatisipasi
sosial (social participation skills),
dan berkomunikasi (communication skills) (Maryati, 2006 ).
Wahab ( 2000)
menegaskan dalam mencapai tujuan pembelajaran IPS harus
diperjelas dengan jalan memperbanyak latihan penerapan keterampilan; berpikir,
inkuiri ilmu sosial, belajar dan keterampilan-keterampilan
kelompok dan tindakan warga negara. Pentingnya
keterampilan berpikir bagi pendidikan ilmu-ilmu sosial juga diperlukan agar
siswa mampu menemukan sesuatu yang memiliki makna bagi dirinya, sebagaimana
diungkapkan oleh Hasan (1996:113).
Keterampilan
berpikir penting bagi pendidikan ilmu-ilmu sosial. Dengan menguasai
keterampilan berpikir siswa yang belajar ilmu-ilmu sosial akan mampu mengolah
apa yang dibacanya, dibahasnya, ataupun dilihatnya sehingga ia menemukan
sesuatu yang memiliki makna bagi dirinya.
Hasil pengamatan
penulis di
kelas VIII E SMP Negeri 14 Kota Serang teridentifikasi
kecenderungan rendahnya keterampilan berpikir siswa terlihat selama aktivitas
pembelajaran siswa sangat pasif, siswa
tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, bertanya, menjawab pertanyaan, tidak kreatif dan mandiri, dalam mencari sumber sangat tergantung
apa yang diberikan guru apalagi
berpikir kreatif dan inovatif dalam mencari permasalahan dan
pemecahannya serta keberanian membuat kesimpulan dari topik yang sedang
dipelajari. Pencapaian hasil
pembelajaran hanya berkisar kepada tingkat mengetahui atau hapal saja. Hal ini terlihat dari
hasil pembelajaran yang soalnya mengandung permasalahan hanya sebagian kecil
siswa yang mampu menyelesaikan dengan
baik dengan rata-rata nilai 54,77.
Kondisi pembelajaran di atas apabila dibiarkan kecenderungan keterampilan
berpikir siswa akan rendah dan salah
satu tujuan pembelajaran IPS yaitu mengembangkan keterampilan berpikir siswa
tidak akan tercapai. Hal ini dikarenakan
aktivitas tersebut merupakan modal dasar bagi siswa dalam mengembangkan
kemampuan mendeskripsikan, mendefinisikan, mengklasifikasi, membuat hipotesis,
membuat generalisasi, memprediksi, membandingkan dan mengkontraskan, dan
melahirkan ide-ide baru yang merupakan indikator keterampilan berpikir
seseorang (Depennas 2007:15).
Salah
satu upaya untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah dengan mengimplemetasikan suatu model
pembelajaran yang dipandang mampu
meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Model pembelajaran yang dianggap mampu
meningkatkan keterampilan berpikir pada diri siswa adalah model pembelajaran
inkuiri. Seperti yang diungkapkan oleh Sanjaya ( 2009 ; 197 ). Pembelajaran
melalui strategi inkuiri adalah menolong siswa untuk mengembangkan disiplin
intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan
jawaban atas dasar ingin tahu mereka. Hal senada diungkapkan Savage dan
Amstrong (Sapria, 2009:80 ) yang menyatakan bahwa mengembangan pendekatan
inkuiri sebagai salah satu upaya guru dalam membantu siswa meningkatkan
kemampuan berpikir.
Jenis inkuiri yang
digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kondisi siswa SMP kelas VIII
yang kecenderungan masih baru dengan model inkuri yaitu jenis model inkuiri
terbimbing sebagaimana diungkapkan oleh Friesen dalam Kelow ( 2008).” With young children or students new to inquiry it is usually necessary
to use a form of guided inquiry” ( http://www.galileo.org/inquiry-what.html ), dengan prosedur ; 1) konfrontasi masalah,
eksplorasi dan 3) penyimpulan. Setelah melalui ujicoba baik terbatas maupun
luas berkembang menjadi lima langkah baku yaitu, 1) konfrontasi masalah , 2)
eksplorasi, 3) pembuktian hipotesis, 4) rekomendasi dan 5) penyimpulan. ( Jhon R. Lee [ 1974 ], Arthur K Ellis [1976],
Barry K Beyer [ 1971] , Byron Massialas [
1966] dan S.Hamid Hasan [ 1996] ).
Berdasarkan deskripsi pada latar belakang masalah yang
telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan dikaji melalui penelitian tindakan
kelas ini adalah :
”Apakah model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan
keterampilan berpikir siswa dalam Mata Pelajaran IPS di SMP ? ”
B. Pertanyaan
Penelitian
Permasalahan tersebut di
atas dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1.
Apakah model
inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa pada mata pelajaran IPS
di kelas VIII E SMP N 14 Kota Serang?
2.
Apakah model
inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa pada mata
pelajaran IPS di kelas VIII E SMP N 14 Kota Serang?
C. Tujuan Penelitian
dan Mamfaat Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian
sebagaimana disebutkan , maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
Menemukan pemecahan masalah rendahnya keterampilan berpikir siswa dalam
mata pelajaran IPS di kelas VIII SMP Negeri 14 Kota Serang dengan
menggunakan desain model pembelajaran
inkuiri terbimbing
Mamfaat
praktis hasil penelitian tindakan kelas ini antara lain.Bagi guru mata pelajaran, hasil penelitian ini dapat
memberikan pengalaman dalam menerapkan model pembelajaran peningkatan
keterampilan berpikir dalam mata pelajaran IPS . Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini diharapkan jadi
pedoman untuk meningkatkan mutu pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran IPS
di sekolah yang dipimpinnya.
D. Metodologi Penelitian.
Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kualitatif yang lebih dikenal dengan sebutan
Penelitian Tindakan Kelas (
Classroom Action Research ) . ( Nasution , 45 : 1989).
Sebagai tahap awal diadakan studi pendahuluan ( orientasi ) untuk melihat kondisi real
pembelajaran IPS dan masalah-masalah yang timbul. Dalam orientasi ini
diketemukan adanya gejala kurangnya aktifnya siswa dalam mengikuti pelajaran
IPS yang berdampak kepada rendahnya keterampilan berpikir siswa. Setelah
diketemukan permasalahan dicari solusi pemecahannya dengan memilih salah satu
model inkuiri sebagai alternatif pemecahan masalah. Selanjutnya model
inkuiri ini direalisasikan dalam wujud
penelitian tindakan kelas dengan
menggunakan tiga siklus.
Rancangan penelitian
yang digunakan rancangan tindakan kelas dari
model Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu ; a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan (observing), dan d) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen
tersebut dipandang sebagai siklus yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Setiap siklus lanjutan direncanakan berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya sehingga masing-masing-masing siklus saling berkaitan . Siklus berikutnya merupakan modifikasi dari siklus sebelumnya untuk mencapai hasil yang lebih baik . Dengan kata lain kekurangan dan kelemahan yang ditemui dalam satu siklus dijadikan sebagai bahan perencanaan untuk siklus selanjutnya.
Setiap siklus lanjutan direncanakan berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya sehingga masing-masing-masing siklus saling berkaitan . Siklus berikutnya merupakan modifikasi dari siklus sebelumnya untuk mencapai hasil yang lebih baik . Dengan kata lain kekurangan dan kelemahan yang ditemui dalam satu siklus dijadikan sebagai bahan perencanaan untuk siklus selanjutnya.
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 14 Kota Serang , beralamat di jalan
Kagungan N0. 7 Kota Serang,
dengan tiga siklus
dilakukan mulai tanggal 5 April
sampai dengan 19 April 2010. Sasaran
penelitian adalah siswa kelas VIII E. Dengan jumlah peseta didik sebanyak 40
siswa, dengan perincian 20 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki. Dengan
melibatkan satu orang kolaboran dari guru pengajar IPS
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan ( observasi ) dokumentasi
dan hasil belajar. Observasi dilakukan pada setiap siklus, análisis dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang akan
diteliti dan hasil belajar digunakan pada setiap siklus untuk melihat
perkembangan keterampilan berpikir siswa
E. Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Selama
proses siklus pengeimplementasian model inkuiri terbimbing untuk meningkatkan
keterampilan berpikir baik itu pada siklus kesatu, dua dan tiga diadakan
evaluasi yang digunakan untuk menilai pencapaian sasaran-sasaran pembelajaran.
Evaluasi dalam rancangan model ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu evaluasi
proses dan hasil. Evaluasi proses dilakukan melalui observasi atau pengamatan
prilaku siswa pada saat merumuskan masalah, menentukan hipotesis dan diskusi
selama proses pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh guru dan peneliti
yang kemudian hasilnya dipadukan. Perilaku siswa yang diamati mencakup;
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat , mencari
informasi dan menyimpulkan. Perilaku yang diamati diceklis pada format yang
telah disediakan dengan kriteria aktif jika siswa
melakukan empat sampai lima aktivitas,
sedang jika siswa melakukan dua sampai
tiga aktivitas dan kurang aktif jika siswa
melakukan satu jenis aktivitas . Evaluasi hasil dilakukan melalui tes tertulis
berbentuk tes essay . Pengukuran atau tes pada evaluasi hasil dilakukan dua
kali yaitu sebelum siklus dilakukan pretest
dan setelah selesai siklus (posttest ) yang dilakukan setiap akhir siklus baik
itu pada siklus kesatu maupun siklus kedua dan ketiga. Hasil pengukuran
tersebut dikemukakan secara rinci sebagai berikut:
1). Evaluasi Proses
Hasil
observasi aktivitas siswa dalam siklus kesatu, kedua dan ketiga disajikan pada tabel di bawah ini :
Tabel
Aktivitas
Siswa pada Tiap Siklus
Siklus
|
Jumlah
Siswa
|
Hasil
Observasi
|
|||||
Kurang
Aktif
|
Sedang
|
Aktif
|
|||||
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
||
1
|
39
|
18
|
46,2
|
19
|
48,7
|
2
|
0,05
|
2
|
39
|
11
|
28,3
|
21
|
53,8
|
7
|
17,9
|
3
|
39
|
4
|
10,2
|
20
|
51,3
|
15
|
38,5
|
Dilihat
dari segi proses aktivitas siswa berdasarkan tabel di atas mengalami
perkembangan yang cukup menggembirakan pada siklusterbatas ada peningkatan
aktivitas yaitu : 1) Terjadinya penurunan siswa yang kurang aktif dengan indikator
hanya satu aktivitas saja yang didominasi dengan mencari data atau
informasi saja dari 46.2%, 28.3%, 10.2%,. 2). Terjadinya kenaikan kategori aktivitas sedang dengan indikator siswa
melakukan dua sampai tiga aktivitas yang kebanyakan didominasi aktivitas;
mencari informasi,
bertanya dan menyimpulkan mulai dari 48.7%, 53.8%, pada siklus kedua. Pada siklus ketiga dan keempat menurun 51.3% hal ini terjadi karena aktivitas
aktif naik. 3) Terjadi kenaikan
aktivitas aktif dengan indikator siswa melakukan empat sampai lima aktivitas
yaitu mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mencari data, mengemukakan pendapat
dan menyimpulkan naik mulai dari siklus
kesatu sampai ketiga, yaitu mulai dari 0,05%, 17.9%, dan 38.5%
2). Evaluasi Hasil
Evaluasi
hasil belajar dalam uji terbatas didapat
dari perbandingan hasil pretest dan posttest
yang dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran data hasil
terlampir. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS Versi 13.0 didapatkan
rangkuman hasil sebagai berikut:
Tabel
Rangkuman Evaluasi Hasil Tiap
Siklus
Siklus
|
Evaluasi
|
Rata-
rata
|
Simp.
Baku
|
t
|
df
|
Signifikan
|
1
|
Pretest
|
54.77
|
18.58
|
7.868
|
38
|
0.00
|
Posttest
1
|
66.82
|
12.69
|
||||
2
|
Posttest
1
|
66.82
|
12.69
|
6.70
|
38
|
0.00
|
Posttest
2
|
72.26
|
11.59
|
||||
3
|
Posttest
2
|
72.26
|
11.59
|
5.382
|
38
|
0.00
|
Posttest
3
|
77.13
|
11.53
|
Dari tampilan data hasil dari
setiap siklus di atas terlihat pada siklus kesatu mempunyai nilai
rata-rata sebelum pembelajaran ( pretest) dilakukan sebesar 54.77 dengan standar deviasi 18.58. Sedangkan
rata-rata sesudah pembelajaran ( posttest ) sebesar 66.82 dengan standar
deviasi 12.69. dari data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata nilai yang
diperoleh siswa setelah dilakukan siklus kesatu lebih besar 12.05 jika
dibandingkan dengan rata-rata sebelum tindakan. Dilihat dari simpangan baku
antara sebelum siklus (pretest ) dan
sesudah siklus kestu ( posttest ) menunjukkan bahwa skor simpangan baku sebelum siklus
kesatu lebih besar dari simpangan baku setelah dilakukan siklus kesatu. Hal ini
berarti bahwa kemampuan siswa sebelum dilakukan siklus kesatu lebih bervariasi
jika dibandingkan dengan setelah dilaksanakan siklus kesatu terlihat bahwa
kemampuan siswa dalam cenderung lebih merata.
Pada siklus kedua nilai
rata-rata posttest kesatu
sebesar 66.82 dengan standar deviasi
12.69. Sedangkan rata-rata posttest kedua
sebesar 72. 26 dengan standar deviasi 11.59, dari data tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada siklus kedua lebih besar 5.44 jika dibandingkan dengan rata-rata posttest kesatu.
Jika dilihat dari simpangan baku antara posttest kesatu dan posttest
kedua menunjukkan bahwa skor simpangan baku posttest kesatu lebih besar dari
simpangan baku pada posttest kedua . Hal
ini berarti bahwa kemampuan siswa pada siklus kedua memperlihatkan
kecenderungan lebih merata.
Pada siklus ketiga nilai
rata-rata postest kedua sebesar 72.26
dengan standar deviasi 11.59. Sedangkan
rata-rata posttest ketiga sebesar 77.13 dengan standar deviasi 11.53, dari data
tersebut menunjukkan bahwa rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada siklusketiga
lebih besar 4.871 jika dibandingkan dengan rata-rata posttest kedua. Dilihat
dari simpangan baku antara posttest kedua dan
posttest ketiga menunjukkan bahwa skor simpangan baku posttest kedua lebih besar dari simpangan baku pada posttest ketiga . Hal ini berarti bahwa
kemampuan siswa pada siklus ketiga memperlihatkan kecenderungan lebih merata.
F. Pembahasan.
Pada pembahasan ini difokuskan kepada pembahasan temuan selama proses
pembelajaran dan dampak penggunaan model inkuiri terbimbing
dalam peningkatan berpikir siswa baik dilihat dari evaluasi proses maupun hasil diuraikan sebagai berikut.
1.
Temuan Penelitian.
Selama
penelitian berdasarkan hasil observasi dari pelaksanaan langkah-langkah inkuiri
terbimbing dari tiap siklus didapatkan
temuan-temuan sebagai berikut
a. Berdasarkan
temuan hasil penelitian dalam langkah konfrontasi masalah tampak terlihat
hal-hal sebagai berikut :
·
Terjadi proses
melibatkan siswa ke dalam permasalahan
yang akan dipecahkan. Siswa terlihat lebih mudah dalam mengidentifikasi
masalah. Dalam proses ini terjadi apa yang diistilahkan Piaget ( Hasan 1996:85)
proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi terlihat siswa sudah mampu
mengenal permasalahan yang dihadapinya, sedangkan proses akomodasi terlihat
siswa sudah mampu menyesuaikan informasi baru dengan pengalaman yang mereka
miliki. Dengan demikian mereka sudah dapat membangun pengetahuan baru
berdasarkan pengalaman mereka sehingga proses pembelajaran lebih bermakna.
·
Kesulitan yang dihadapi
diatasi dengan menyampaikan contoh-contoh masalah-masalah aktual yang terjadi
di sekitar kehidupan siswa yang
berfungsi sebagai stimulant untuk mengungkap kembali pengalaman yang
telah dimilikinya.
·
Siswa terlihat antusias
dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari guru, begitu juga keberanian
mengajukan saran dalam merumuskan masalah dan hipotesis.
Temuan pada langkah konfrontasi
masalah di atas adanya proses pengkondisian siswa untuk aktif berpikir dengan jalan melibatkan atau menghadapkan
langsung pada permasalahan yang akan dipecahkan. Langkah ini didukung oleh
pendapat Suriasumatri ( 2003:29) manusia
akan berpikir apabila sedang menghadapi masalah dan prinsip penerapan
kontruktivisme kognitif dalam pengembangan lingkungan belajar yang dikemukakan Jonassen (Murphy,1997)
diantaranya menciptakan lingkungan dunia nyata yang menggunakan kontek yang relevan dengan tempat dimana
belajar dan pendekatan realistis untuk memecahkan masalah di dunia nyata. Kedua
prinsip tersebut bisa dilakukan dengan menghadapkan siswa terhadap
permasalahan-permsalahan yang terjadi di lingkungannya.(http://www.ucs.mun.ca/~emurphy/stemnet/cle2b.html). Tujuan
menghadapkan langsung siswa terhadap permasalahan adalah untuk menarik
perhatian siswa dan menggali rasa keingintahuan mereka. Untuk itu dalam hal ini
guru perlu mencari masalah yang benar-benar mengungkap keingintahuan pada diri
siswa sehingga mereka termotivasi untuk belajar, seperti yang diungkapkan oleh
Kurse (2009).
In order for any learning to take
place, you must first capture the attention of the student An even better way to capture students' attention is to
start each lesson with a thought-provoking question or interesting fact Curiosity motivates students to learn .(http://www.e-learningguru.com/articles/kurse_bio.html.).
Pada langkah pertama
implementasi model pembelajaran inkuiri ini, guru dituntut untuk mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah-masalah yang dekat dengan
kehidupan anak. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip pembelajaran yang
dikemukakan Piaget ( Mergel,1998 ) yaitu dengan
menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih
baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Pentingnya
mempersiapkan pertanyaan selain mengarahkan aktivitas belajar juga untuk
mengungkap proses berpikir anak seperti yang diungkapkan Sanjaya ( 2009: 198) Peran guru dalam model
pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya, sebab kemampuan siswa untuk
menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses
berpikir. Oleh karena itu kemampuan guru dalam bertanya untuk setiap langkah
berpikir sangat diperlukan.
b. Temuan hasil penelitian dalam
langkah eksplorasi, memperlihatkan hal-hal sebagai berikut.
·
Siswa terkonsentrasi dalam proses
pembelajaran. Dengan menggunakan berbagai sumber baik yang disiapkan guru
maupun siswa diikuti dengan bimbingan pertanyaan dari guru yang mengarah kepada
upaya penemuan data yang sesuai pelacakan dan pengolahan data pada tahap
ekplorasi ini bisa berjalan dengan baik.
·
Kondisi diskusi bisa berjalan dengan
baik. Pembagian kelompok dengan memperhatikan heterogenitas anggota terbukti
efektif dalam mendukung pembagian kerja dalam kelompok. Pada proses ini terjadi
saling mengisi diantara anggota kelompok sehingga proses diskusi dan pencapai
target bisa tercapai.
·
Munculnya pertanyaan-pertanyaan baik
secara kelompok maupun individu memberikan indikasi bahwa mereka melakukan
proses belajar dengan benar. Begitu juga dengan jenis pertanyaan yang mengarah
kepada pertanyaan tingkat tinggi menunjukkan bahwa model ini bisa meningkatkan
keterampilan berpikir siswa.
·
Pertanyaan-pertanyaan menguji yang
diberikan guru terhadap permasalah yang sedang dihadapi dapat dijawab dengan
baik ini memperlihatkan bahwa mereka sudah mampu mengembangkan proses
berpikirnya.
Dari temuan di atas terjadinya proses kegiatan pelacakan dan
pengungkapan data untuk membuktikan hipotesis. Kegiatan pelacakan dan
pengungkapan data dan pembuktian hipotesis tersebut melibatkan penggunaan
metode yang mengaktifkan siswa , kegiatan ini dilakukan secara kelompok.
Kegiatan kelompok ini untuk membantu perkembangan kognitif anak seperti
diungkapkan oleh Piaget (Mergel,1998) belajar
bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu
perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang
dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan
semakin beragam.
c. Langkah
pembuktian hipotesis, adalah kegiatan dalam membuktikan apakah jawaban
sementara yang dirumuskan itu benar setelah dibuktikan dengan hasil pengolahan
data. Temuan penelitian dalam tahap pembuktian hipotesis :
·
Siswa terlibat dalam pengolahan data
yang diakhiri dengan penyimpulan bahwa hipotesis yang diajukan sebelumya bisa
diterima atau ditolak berdasarkan data-data pendukung yang mereka temukan.
·
Munculnya pertanyaan yang berupa
sintesis kepada guru untuk memastikan apakah hasil akhir pengolahan data untuk
merumuskan hipotesis tidak menyimpang
d.
Langkah Rekomendasi, rekomendasi ini berasal dari hasil pembuktian hipotesis,
gejala ini memperlihatkan bahwa siswa sudah mampu memprediksikan cara-cara
pemecahan masalah yang dihadapinya.
Hasil
temuan penelitian pada tahap rekomendasi.
·
Pada
saat diskusi kelas terlihat beberapa siswa mengajukan rekomendasi berdasarkan
pembuktian hipotesis sebagai alternatif pemecahan masalah yang mereka
diskusikan, begitu juga dari laporan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok.
e. Langkah penarikan kesimpulan.. Temuan pada langkah ini
siswa mampu menghubungkan antara teori dengan data yang ada dilapangan. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Hasan
(1996:237). Kegiatan menyimpulkan bertujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam
menganalisis keterkaitan teori dengan data yang ada di lapangan.
Kelima langkah
inkuiri terbimbing di atas di dalamnya kaya akan dasar-dasar keterampilan
berpikir seperti; memahami, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi menditeksi,
menginterprestasikan, membedakan , menditeksi, mempertimbangkan, membandingkan,
mempediksikan, menunjukkan, memisahkan, membedakan, memilih, menelaah, menghubungkan, menerima, menolak, mengubah,
menegaskan , membuktikan, memutuskan dan menyimpulkan. Menurut Nickerson (
Costa,1991:44) dasar-dasar keterampilan berpikir tersebut apabila digabungkan
ke dalam kelompok-kelompok yang menghasilkan suatu proses berpikir sebagai
dasar dalam keterampilan berpikir. Dengan demikian model inkuiri dilihat dari
segi pelaksanaan langkah-langkahnya, tepat digunakan untuk meningkatkan
keterampilan berpikir
2.
Dampak
Penggunaan Model Inkuiri Terbimbing dalam Peningkatan Berpikir Siswa
Berdasarkan hasil temuan keseluruhan siklus terbukti secara empirik model inkuiri
terbimbing yang digunakan dapat
meningkatkan keterampilan berpikir siswa khususnya untuk mata pelajaran IPS di
kelas VIII E di SMP 14 Kota Serang.
Keberhasilan dari penggunaan model ini bisa dilihat dari segi proses dan
hasil.
·
Dilihat dari
segi proses aktivitas siswa sebagai indikator melakukan kegiatan berpikir mengalami
perkembangan yang cukup menggembirakan selama penelitian tindakan dilaksanakan,
dari perkembangan hasil siklus kesatu, kedua dan ketiga bahwa model inkuiri
yang dikembangkan mampu meningkatkan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran. Hasil tersebut terjadi dikarenakan pengimplentasian model ini
hampir seluruh kegiatan terpusat ke siswa. Hal ini sesuai dengan prinsip
inkuiri yang diungkapkan Thirteen Ed Online ( 2004 ) Inquiry learning puts the learner
at the center of an active learning process, and the systemic elements (the
teacher, instructional resources, technology, and so forth) are prepared or
aligned to support the learner. Begitu juga dengan pendapat Beyer (
1971:14 ) Inquiry teaching is much
less teacher dominated or “ telling” than is that method
of teaching associated with memorizing . Inquiry teaching is much more student centered.
Hasil penelitian dari hasil obervasi aktivitas siswa ini
juga membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri merubah
paradigma pembelajaran seperti yang diungkapkan Bruce ( 2009 ) For students, this method of learning ends
the listen-to-learn paradigm of the classroom and gives them a real and
authentic goal challenges to overcome.
Peningkatan aktivitas
siswa tiap siklus ternyata berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang
merupakan indikator utama terjadinya peningkatan keterampilan berpikir
siswa. Evaluasi hasil belajar siswa
dalam model inkuiri terbimbing dipusatkan sampai sejauhmana siswa dapat
menggunakan keterampilan intelektualnya
yang berhubungan dengan model ini seperti yang diungkapkan Jarolimek ( 1976:102) Evaluation of pupil learning in the inquiry mode focuses on the extent
to which the learner is able to use the intellectual skill associatiated whit
this mode.
Keberhasilan model ini dalam meningkatkan keterampilan berpikir siswa dibuktikan
dari data hasil penelitian. Hasil penelitian berdasarkan hasil análisis
statistik membuktikan adanya perbedaan hasil
siswa yang berarti dari tiap siklus. Berkenaan dengan homogenitas
penguasaan keterampilan berpikir dilihat dari perkembangan simpangan baku yang dihasilkan pada siklus kesatu, kedua dan
ketiga menunjukan penurunan, berarti tingkat penguasaan keterampilan berpikir
setelah diberi perlakuan dengan model inkuiri terbimbing lebih merata, hal ini
bisa ditafsirkan lebih banyak siswa yang menguasai keterampilan berpikir.
Dari data yang di dapat membuktikan bahwa melalui pembelajaran inkuiri yang digunakan,
keterampilan berpikir siswa lebih baik permasalahan rendahnya keterampilan
berpikir siswa dalam mata pelajaran IPS sudah dapat ditangulangi. Indikator
kinerja terjadinya peningkatan berpikir sekurang-kurangnya 60 % siswa kelas
8 E keterampilan berpikirnya meningkat selama proses pembelajaran dan sekurang-kurangnya
65 % siswa kelas 8 E mendapatkan nilai IPS 75,0 sudah terpenuhi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat Sapriya (2009 : 70 ) pendekatan inkuiri memilliki
keunggulan terutama untuk mengembangkan
kemampuan berpikir maupun pengetahuan,
sikap dan nilai pada peserta didik dibanding dengan pendekatan klasikal atau
tradisional.
G. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Model
pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan mampu meningkatkan keterampilan
berpikir siswa selama proses pembelajaran
hal terlihat dari segi proses mapun hasil.
a. Dari
segi proses model ini mampu mengaktifkan siswa yang tercermin dari aktivitas
yang meningkat dari tiap siklus berupa aktivitas mengajukan pertanyaan,
menjawab pertanyaan, mencari data, mengemukakan pendapat, menyimpulkan upaya merumuskan masalah, membuat hipotesis,
mencari data membuktikan hipotesis dan membuat rekomendasi.
b. Dari
segi hasil, model ini juga terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa yang
merupakan indikator peningkatan keterampilan berpikir siswa.
Dari
pernyataan di atas bisa ditarik kesimpulan permasalah pembelajaran rendahnya
keterampilan berpikir yang ditandai dengan kondisi siswa tidak memiliki keberanian untuk
mengemukakan pendapat , bertanya, menjawab pertanyaan, tidak kreatif dan mandiri, dalam mencari sumber sangat tergantung
apa yang diberikan guru apalagi
berpikir kreatif dan inovatif dalam mencari permasalahan dan
pemecahannya serta keberanian membuat kesimpulan dari topik yang sedang
dipelajari sudah bisa diatasi
dengan demikian model pembelajaran inkuiri terbimbing ini mampu meningkatkan
keterampilan berpikir siswa.
2.
Saran
– saran
a. Untuk
Guru Mata Pelajaran IPS.
Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang
diimplementasikan dalam penelitian ini terbukti secara empirik dapat
meningkatkan keterampilan berpikir. Untuk itu model ini bisa digunakan dalam
pembelajaran IPS sebagai salah satu alternatif menjawab permasalahan
pembelajaran IPS selama ini terutama dominasinya pendekatan ekspositori dan
dominasi metode ceramah, sehingga salah satu tujuan pembelajaran IPS dalam
mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berpikir bisa tercapai.
b. Untuk
Kepala Sekolah.
Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat dijadikan
salah satu contoh model yang bisa dijadikan acuan oleh kepala sekolah dalam
mendorong, membina dan memfasilitasi inovasi dan peningkatan mutu pendidikan
terutama dalam mata pelajaran IPS di sekolah yang dipimpinnya.
*) Hasil Penelitian ini telah diseminarkan dalam Seminar Nassional Inovasi Pembelajaran yang diselenggarakan oleh PK Pasca UPI bekerja Sama dengan HIPKIN Thn 2010
DAFTAR PUSTAKA
·
Beyer,K.B ( 1971 ) Inquiry in The Social Studies Classroom.
Ohio: Charles E. Merill Publishing Company
·
Beyer, K.B ( 1991). Teaching Thinking Skill a Hand Book for
Secondary School Teachers. Boston: Allyn Bacon.
·
Costa,L.A. ( 1988 ). Developing Minds. A
Resource Book for Teaching Thinking. Virginia Alexandria : Association for
Supervision and Curriculum Development.
·
Conway, J ( 1997 ) Educational Technology . [Online]
Tersedia di: http://copland.udel.edu [ 3 Desember 2009 ]
·
Depennas ( 2007 ) Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum
Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ). Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum
·
Hasan,H.
( 1996 ). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta
: Dep. P dan K Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
·
Jarolimek,
J ( 1977 ). Social Studies in elementary
Education . New York: Mc Milland Published.
·
Kurse,K (2008 ). Gagne's Nine Events of
Instruction: [On
line ] Tersedia di : http://www.e-learningguru.com/articles/kurse_bio.html. [ 3 Desember 2009]
·
Maryati,E. ( 2006 ) Manusia Sebagai Mahluk Sosial dan Kajian
Ilmu Pengetahuan Sosial, Makalah disampaikan dalam pelatihan guru IPS
se Indonesia , Bandung.tidak diterbitkan.
·
Mergel,B. (1998) instructional Design. [Online] Tersedia di : http://www.usask.ca/education [ 3 Desember 2009]
·
Murphy.E
( 1997). Contructivist Learning &
Teaching. [On line ] Tersedia di : http://www.ucs.mun.ca/~emurphy/stemnet/cle2b.htm [ 3 Desember 2009]
·
Sanjaya,W
( 2009 ). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standat Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana
·
Somantri,N.M.
( 2001 ). Menggagas Pembaharuan
Pendidikan IPS, Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
·
Sapriya.
( 2009 ). Pendidikan IPS. Bandung :
PT.Remaja Rosda Karya
·
Sincero,P
( 2006 ) What Inquiry-Base Learning ?. [Online]
Tersedia
di : www.inquirylearn.com [
10 Agustus 2010
]
·
Suriasumantri.S.J.
( 2003 ). Ilmu dalam Perspektif.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
·
Sumaatmadja.N.
( 1980 ). Metodologi Pengajaran IPS
.Bandung : Alumni.
·
Wahab,
A.A ( 2007 ) Metode dan Model-Model
Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial
( IPS ). Bandung : Alfabet.
1 komentar:
Ga sengaja Nemu blog pak deni... Hehe salam pak
Posting Komentar