By : Deni Sopari, M.Pd
Pengantar
Perubahan
peran guru dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (K TSP) dari
pengajar menjadi pengembang kurikulum di satuan pendidikannya masing-masing membawa
implikasi guru harus mengetahui dengan baik perkembang konsep dari kurikulum
tersebut kenapa KTSP yang digunakan. Hal tersebut untuk menghindari penyimpangan dalam pengembangan dan pengimplementasian di
lapangan. Tulisan di bawah ini mencoba mengungkap perkembangan konsep kurikulum
dari awal hingga konsep terbaru dan mengungkap bagaimana pengimplentasian KTSP
di lapangan.
Konsep
Kurikulum
Kata kurikulum ( curriculum )
berasal dari kata Latin, yaitu curere
yang artinya ”racecourse”. Kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh
oleh seseorang pelari ( Zais, 1976 : 6 ) . Hal ini sejalan dengan istilah dalam
kamus Webster ( Nasution, 2005 : 1 ) diartikan sebagai : ” 1. a race course; place for running ; chariot. 2.
a course in general; applied particulary to the course of study in a
university.
Artinya bahwa kurikulum merupakan suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari
atau kereta (charot ) dalam
perlombaan, dari awal dan akhir dan sejumlah mata mata kuliah di perguruan
tinggi. Dari arti kurikulum di atas kurikulum pada awalnya digunakan dalam dunia
olah raga dan kemudian dipakai dalam dunia pendidikan.
Menurut Sukmadinata (
2008 : 4 ) konsep kurikulum dalam pendidikan berkembang sejalan dengan
perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran
atau teori pendidikan yang dianutnya. Sehubungan dengan perkembangan konsep
kurikulum ini Sanjaya ( 2008
: 4 ) membagi kurilum menjadi tiga dimensi pengertian, yaitu : kurikulum
sebagai sejumlah mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar dan
kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran. Kurikulum sebagai sejumlah
pelajaran, merupakan pandangan lama ,
kurikulum dianggap sebagai kumpulan mata-mata pelajaran yang harus
disampaikan guru atau dipelajari oleh
siswa . Hal tersebut diungkapkan oleh
Zais ( 1976 : 7 ) ”… curriculum is a racecourse of subject matters to be mastered ”.
Artinya kurikulum merupakan seperangkat mata pelajaran yang harus di kuasai.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Hamalik
( 2008, 3 ) mengatakan bahwa kurikulum pandangan tradisional memandang
kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Kurikulum ini
beranjak dari model konsep pendidikan klasik
yang lebih menekankan kepada fungsi isi pendidikan atau isi
kurikulum dari pada proses atau kegiatan
dan metode pengajarannya ( Sukmadinata,
2004 : 12 ).
Perkembangan fungsi,
tanggungjawab dan penemuan-penemuan serta pandangan baru dalam bidang
psikologis yang menganggap bahwa belajar
itu bukan mengumpulkan sejumlah pengetahuan tetapi perubahan prilaku siswa,
perubahan perilaku ini terjadi manakala siswa memiliki pengalaman belajar (
Sanjaya, 2008 : 7 ) Dengan pandangan tersebut pengertian kurikulum berubah menjadi kurikulum sebagai
pengalaman belajar . Para ahli yang menganggap kurikulum sebagai pengalaman
diantaranya Holis L. Caswel dan Doak S.Cambell ( Oliva, 1992 : 6 ) yang
menyatakan curriculum not as a group of course but as “ all experiences children
have under the guidance of teachers “ . Demikian juga dengan Rommie ( 1954 ) menyatakan bahwa Curriculum
is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and
experiences which pupils have under direction of the school, whether in the
clasroom or not (Rommie dalam
Hamalik, 2008 :4 ). Implikasi dari rumusan di atas kurikulum sifatnya lebih luas , karena kurikulum tidak hanya terdiri atas
mata pelajaran ( course ) tetapi meliputi
semua kegiatan dan pengalaman
yang menjadi tanggung jawab sekolah.
Konsep kurikulum
sebagai pengalaman belajar, mendapatkan kritikan karena segala bentuk prilaku
siswa merupakan hasil dari
pengalamannya yang tidak mungkin dapat
dikontrol oleh guru. Oleh sebab itu konsep ini terlalu luas dan memungkinkan
makna kurikulum menjadi kabur dan tidak fungsional. ( Sanjaya, 2008 : 7 ). Kritikan
terhadap konsep kurikulum sebagai pengalaman belajar memunculkan konsep
kurikulum sebagai rencana untuk belajar. Para ahli yang berpendapat konsep
kurikulum sebagai rencana diantaranya
Saylor et al. ( Oliva,1996:6) yang mengusulkan definisinya: “ We define curriculum as a plan for providing sets of learning opportunities for
persons to be educated “ . Mereka mendefinisikan kurikulum sebagai rencana
untuk menyediakan seperangkat peluang belajar untuk dipelajari seseorang.
Demikian juga dengan Taba yang
menyatakan bahwa kurikulum adalah perencanaan untuk belajar “ A curriculum is a plan for learning (
Oliva, 1996 : 6 ). Sejalan dengan itu Macdonald (Zais,1976 : 10 ) mendefinisikan kurikulum sebagai rencana
untuk pembelajaran . “ … curriculum as a
plan for action i.e a plan which guides
instructional…”
Kurikulum sebagai
perencanaan menempati posisi penting
dalam pendidikan sebagai mana diungkapkan oleh Hasan ( Mahpuddin, 2008 : 8 )
kurikulum adalah jantungnya pendidikan. Semua gerak kehidupan pendidikan yang
dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan dalam kurikulum.
Pandangan tersebut menyiratkan bahwa pengertian kurikulum mengacu pada kegiatan
pendidikan yang berbentuk interaksi
akademik antara peserta didik ,
pendidik, sumber dan lingkungan .
Sejalan dengan itu, Sukmadinata ( 2008 : 150 ) memberikan pengertian
kurikulum sebagai rencana lebih khusus yaitu sebagai rancangan pendidikan yang
merangkum semua pengalaman belajar. Undang-undang no 20 tahun 2003 dirumuskan
bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaran kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu ( pasal 1, ayat 19 ) ( Depenas, 2007 : 6 ).
Pengertian tersebut tersirat bahwa kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan
yang memberikan pedoman atau pegangan dalam proses pembelajaran mengenai
bagaimana mengembangkan, melaksanakan dan bagaimana mencapai tujuan atau
mengevaluasi proses pembelajaran.
Pengertian yang berbeda tentang pengertian
kurikulum dikemukakan oleh Beauchamp (
Mahpuddin, 2008 : 9 ) yang membagi kurikulum menjadi tiga, yaitu kurikulum
sebagai dokumen tertulis ( written
document ), kurikulum sebagai sub-sistem persekolahan ( sub-system of schooling ) dan kurikulum sebagai lapangan studi ( field of study ).
Kurikulum
sebagai dokumen tertulis adalah dokumen
yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar,
jadwal dan evaluasi, kurikulum sebagai dokumen pada dasarnya sebuah rancangan
bagi pendidikan siswa. Kurikulum sebagai system persekolahan adalah suatu
system kurikulum yang menyangkut struktur personalia, dan prosedur kerja
bagaimana cara menyusun suatu kurikulum
, melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakan. Sedangkan kurikulum sebagai
suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum yang merupakan kajian para ahli
kurikulum dan ahli pendidikan ( Sukmadinata, 2008 :27 ).
Menurut kajian disiplin ilmu studi, kurikulum
dibedakan atas dua yaitu kurikulum teoritis dan kurikulum praktis.
Kurikulum teoritis berkenaan dengan
kajian teori-teori yang terkait dengan
kurikulum seperti: teori, desain, rekayasa kurikulum, teori belajar,
teori pengajaran dan teori evaluasi . Sedangkan kurikulum praktis berkenaan
dengan tiga komponen pokok, yakni rencana penyusunan, implementasi kurikulum,
dan evaluasi kurikulum ( Mahpuddin, 2008 : 10 ).
Menurut Mahpuddin (
2008 : 10) ketiga komponen praktis, implementasi kurikulum merupakan komponen
utama yang menyangkut jalannya pelaksanaan kurikulum dan pengembangannya. Hal ini terlihat dari cakupan implementasi
kurikulum yang sangat berpengaruh terhadap pengimplementasian kurikulum,
cakupan tersebut diungkapkan oleh Erliany
( 2007 : 23) meliputi pembelajaran teori dan praktek , pengelolaan
kelas, bimbingan siswa, pemberian tugas latihan, evaluasi hasil belajar serta
kegiatan ektra kurikuler. Apabila dikaji cakupan-cakupan tersebut semuanya
harus ada dalam proses pembelajaran.
Implementasi
KTSP
Kurikulum praktis di
Indonesia sebelum diberlakukan KTSP pada tahun 2006 seluruhnya disusun secara nasional, dan
menghasilkan satu kurikulum untuk semua sekolah di Indonesia mulai dari
perencanaan, pengimplementasian sampai
dengan evaluasinya. Untuk KTSP
pemerintah hanya menyediakan kerangka
dasar dan setruktur kurikulumnya, termasuk
rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar saja, sedangkan
pengembangannya yang didalam termasuk perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan atau dengan kata lain sekolah
menyusun kurikulumnya sendiri disesuaikan dengan relevansinya. ( UU.
No. 20 . Thn 2003 SISDIKNAS Bab X Ps. 36 ayat 1 dan 2 ).
Menghindari
penyimpangan dalam pengembangan dan
pengimplementasian di lapangan selain sekolah diharuskan berkoordinasi dan
disuvervisi serta diawasi oleh Dinas Pendidikan atau kantor departemen agama
baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi, juga diberi rambu-rambu
pengembangan sebagaimana tersurat
dalam Permen Diknas no. 24 tahun 2006
melalui Badan Standar Nasional
Pendidikan ( BSNP ) telah
menyusun rambu-rambu atau acuan yang
berisi prinsip- prinsip yang perlu dijadikan pegangan dalam pengembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan atau sekolah, yaitu :
a. Berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
b.
Beragam dan terpadu
c.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan ,
teknologi, dan seni.
d.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e.
Menyeluruh dan berkesinambungan
f.
Belajar sepanjang hayat
g.
Seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Penutup
Dari uraian di atas
KTSP merupakan kurikulum yang mengacu kepada konsep kurikulum sebagai rencana
yang memberikan pedoman atau pegangan dalam proses pembelajaran mengenai
bagaimana mengembangkan, melaksanakan dan bagaimana mencapai tujuan atau
mengevaluasi proses pembelajaran. Hal yang berbeda dengan pelaksanaan kurikulum
di lapangan pengembangannya, termasuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan atau dengan kata lain sekolah
dalam hal ini guru bidang studi untuk menyusun kurikulumnya sendiri disesuaikan
dengan relevansinya. Dengan demikian guru berfungsi sebagai pengembang
kurikulum yang bertanggung jawab bagaimana merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi proses pembelajaran yang diampunya sesuai dengan rambu-rambu yang
telah ditentukan.
Daftar rujukan
Zais, (1976) . Curriculum
Principle and Fondation, London: Harper
Nasution, (2005). Didaktik Asas Asas Mengajar, Bandung :
Jemars
Sukmadinata.S.N (
2009 ). Landasan Psikologi Proses
Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Hamalik, 2008 :4 Hamalik, O (
2008 ) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya.
Sanjaya,W ( 2008
). Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan
Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ). Jakarta
: Predana Media Group.
Oliva,
1996 : 6. Develoving Curriculum Trird Edition , London, Harver
Mahfuddin,A (
2008 ). Konsep Kurikulum dan Pembelajaran
( Materi Matrikulasi Pasca Sarjana / S2 Kampus Serang). Bandung :Prodi
Pengembangan Kurikulum Sekolah Pasca Sarjana UPI
Erliany ( 2007 :
23) Erliany.S. ( 2007 ). Pengembangan Model
Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial . Disertasi
Doktor pada PPS Bandung: tidak diterbitkan.
Depennas ( 2007 ) Materi
Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) SMP.
Jakarta : Departemen
(
UU.
No. 20 . Thn 2003 SISDIKNAS Bab X Ps. 36 ayat 1 dan 2 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar