Laman

Rabu, 08 Februari 2012

Perkembangan Konsep Kurikulum dan Implementasi KTSP

By : Deni Sopari, M.Pd

Pengantar

            Perubahan peran guru dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (K TSP) dari pengajar menjadi pengembang kurikulum di satuan pendidikannya masing-masing membawa implikasi guru harus mengetahui dengan baik perkembang konsep dari kurikulum tersebut kenapa KTSP yang digunakan. Hal tersebut untuk menghindari penyimpangan  dalam pengembangan dan pengimplementasian di lapangan. Tulisan di bawah ini mencoba mengungkap perkembangan konsep kurikulum dari awal hingga konsep terbaru dan mengungkap bagaimana pengimplentasian KTSP di lapangan.
Konsep Kurikulum
Kata kurikulum ( curriculum ) berasal dari kata Latin, yaitu curere yang artinya  ”racecourse”. Kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seseorang pelari ( Zais, 1976 : 6 ) . Hal ini sejalan dengan istilah dalam kamus Webster ( Nasution, 2005 : 1 ) diartikan sebagai : ” 1. a race course; place for running ; chariot. 2. a course in general; applied particulary to the course of study in a university. Artinya bahwa kurikulum merupakan suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta (charot ) dalam perlombaan, dari awal dan akhir dan sejumlah mata mata kuliah di perguruan tinggi. Dari arti kurikulum di atas kurikulum pada awalnya digunakan dalam dunia olah raga dan kemudian dipakai dalam dunia pendidikan.
Menurut Sukmadinata ( 2008 : 4 ) konsep kurikulum dalam pendidikan berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Sehubungan dengan perkembangan konsep kurikulum ini  Sanjaya  (  2008 : 4 ) membagi kurilum menjadi tiga dimensi pengertian, yaitu : kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar dan kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran. Kurikulum sebagai sejumlah pelajaran, merupakan pandangan lama ,   kurikulum dianggap sebagai kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan  guru atau dipelajari oleh siswa  . Hal tersebut diungkapkan oleh Zais (  1976 : 7 ) ”… curriculum is a racecourse of subject matters to be mastered ”. Artinya kurikulum merupakan seperangkat mata pelajaran yang harus di kuasai. Sejalan dengan pernyataan tersebut  Hamalik ( 2008, 3 ) mengatakan bahwa kurikulum pandangan tradisional memandang kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid  untuk memperoleh ijazah. Kurikulum ini beranjak dari model konsep pendidikan klasik  yang lebih menekankan kepada fungsi isi pendidikan atau isi kurikulum  dari pada proses atau kegiatan dan metode  pengajarannya ( Sukmadinata, 2004 : 12 ).
Perkembangan fungsi, tanggungjawab dan penemuan-penemuan serta pandangan baru dalam bidang psikologis  yang menganggap bahwa belajar itu bukan mengumpulkan sejumlah pengetahuan tetapi perubahan prilaku siswa, perubahan perilaku ini terjadi manakala siswa memiliki pengalaman belajar ( Sanjaya, 2008 : 7 ) Dengan pandangan tersebut pengertian  kurikulum berubah menjadi kurikulum sebagai pengalaman belajar . Para ahli yang menganggap kurikulum sebagai pengalaman diantaranya Holis L. Caswel dan Doak S.Cambell ( Oliva, 1992 : 6 ) yang menyatakan  curriculum not as a group of course but as “ all experiences children have under the guidance of teachers “ . Demikian juga dengan  Rommie ( 1954 ) menyatakan bahwa  Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have  under  direction of the school, whether in the clasroom or not  (Rommie dalam Hamalik, 2008 :4 ). Implikasi dari rumusan di atas  kurikulum sifatnya lebih luas ,   karena kurikulum tidak hanya terdiri atas mata pelajaran             ( course ) tetapi  meliputi  semua kegiatan dan pengalaman  yang menjadi tanggung jawab sekolah.
Konsep kurikulum sebagai pengalaman belajar, mendapatkan kritikan karena segala bentuk prilaku siswa  merupakan hasil dari pengalamannya  yang tidak mungkin dapat dikontrol oleh guru. Oleh sebab itu konsep ini terlalu luas dan memungkinkan makna kurikulum menjadi kabur dan tidak fungsional.        ( Sanjaya, 2008 : 7 ). Kritikan terhadap konsep kurikulum sebagai pengalaman belajar memunculkan konsep kurikulum sebagai rencana untuk belajar. Para ahli yang berpendapat konsep kurikulum sebagai rencana diantaranya  Saylor et al. ( Oliva,1996:6)  yang mengusulkan definisinya: “ We define curriculum as a plan for  providing sets of learning opportunities for persons to be educated “ . Mereka mendefinisikan kurikulum sebagai rencana untuk menyediakan seperangkat peluang belajar untuk dipelajari seseorang. Demikian juga dengan Taba  yang menyatakan bahwa kurikulum adalah perencanaan untuk belajar “ A curriculum is a plan for learning ( Oliva, 1996 : 6 ). Sejalan dengan itu Macdonald (Zais,1976 : 10 )  mendefinisikan kurikulum sebagai rencana untuk pembelajaran . “ … curriculum as a plan for action i.e  a plan which guides instructional…”
Kurikulum sebagai perencanaan  menempati posisi penting dalam pendidikan sebagai mana diungkapkan oleh Hasan ( Mahpuddin, 2008 : 8 ) kurikulum adalah jantungnya pendidikan. Semua gerak kehidupan pendidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan dalam kurikulum. Pandangan tersebut menyiratkan bahwa pengertian kurikulum mengacu pada kegiatan pendidikan  yang berbentuk interaksi akademik  antara peserta didik , pendidik, sumber dan lingkungan .
 Sejalan dengan itu, Sukmadinata  ( 2008 : 150 ) memberikan pengertian kurikulum sebagai rencana lebih khusus yaitu sebagai rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar. Undang-undang no 20 tahun 2003 dirumuskan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan  sebagai pedoman penyelenggaran kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu  ( pasal 1, ayat 19 ) ( Depenas, 2007 : 6 ). Pengertian tersebut tersirat bahwa kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan yang memberikan pedoman atau pegangan dalam proses pembelajaran mengenai bagaimana mengembangkan, melaksanakan dan bagaimana mencapai tujuan atau mengevaluasi proses pembelajaran.
 Pengertian yang berbeda tentang pengertian kurikulum dikemukakan oleh Beauchamp     ( Mahpuddin, 2008 : 9 ) yang membagi kurikulum menjadi tiga, yaitu kurikulum sebagai dokumen tertulis ( written document ), kurikulum sebagai sub-sistem persekolahan ( sub-system of schooling  ) dan kurikulum sebagai lapangan studi ( field of study ).
Kurikulum sebagai  dokumen tertulis adalah dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal dan evaluasi, kurikulum sebagai dokumen pada dasarnya sebuah rancangan bagi pendidikan siswa. Kurikulum sebagai system persekolahan adalah suatu system kurikulum yang menyangkut struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun  suatu kurikulum , melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakan. Sedangkan kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum yang merupakan kajian para ahli kurikulum  dan ahli pendidikan  ( Sukmadinata, 2008 :27 ).
Menurut  kajian disiplin ilmu studi,  kurikulum  dibedakan atas dua yaitu kurikulum teoritis dan kurikulum praktis. Kurikulum teoritis berkenaan dengan  kajian teori-teori yang terkait dengan  kurikulum seperti: teori, desain, rekayasa kurikulum, teori belajar, teori pengajaran dan teori evaluasi . Sedangkan kurikulum praktis berkenaan dengan tiga komponen pokok, yakni rencana penyusunan, implementasi kurikulum, dan evaluasi kurikulum ( Mahpuddin, 2008 : 10 ).
Menurut Mahpuddin ( 2008 : 10) ketiga komponen praktis, implementasi kurikulum merupakan komponen utama yang menyangkut jalannya pelaksanaan kurikulum dan pengembangannya.  Hal ini terlihat dari cakupan implementasi kurikulum yang sangat berpengaruh terhadap pengimplementasian kurikulum, cakupan tersebut diungkapkan oleh Erliany      ( 2007 : 23) meliputi pembelajaran teori dan praktek , pengelolaan kelas, bimbingan siswa, pemberian tugas latihan, evaluasi hasil belajar serta kegiatan ektra kurikuler. Apabila dikaji cakupan-cakupan tersebut semuanya harus ada dalam proses pembelajaran.
Implementasi KTSP
Kurikulum praktis di Indonesia sebelum diberlakukan KTSP pada tahun 2006  seluruhnya disusun secara nasional, dan menghasilkan satu kurikulum untuk semua sekolah di Indonesia mulai dari perencanaan, pengimplementasian  sampai dengan  evaluasinya. Untuk KTSP pemerintah hanya menyediakan  kerangka dasar dan setruktur kurikulumnya, termasuk  rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar saja, sedangkan pengembangannya yang didalam termasuk perencanaan pelaksanaan dan evaluasi diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan atau dengan kata lain sekolah menyusun kurikulumnya sendiri disesuaikan dengan relevansinya. ( UU.  No. 20 . Thn 2003 SISDIKNAS Bab X Ps. 36 ayat 1 dan 2 ).
Menghindari penyimpangan  dalam pengembangan dan pengimplementasian di lapangan selain sekolah diharuskan berkoordinasi dan disuvervisi serta diawasi oleh Dinas Pendidikan atau kantor departemen agama baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi, juga diberi rambu-rambu pengembangan sebagaimana  tersurat dalam  Permen Diknas no. 24 tahun 2006 melalui  Badan Standar Nasional Pendidikan            ( BSNP ) telah menyusun rambu-rambu  atau acuan yang berisi prinsip- prinsip yang perlu dijadikan pegangan dalam pengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan atau sekolah, yaitu :
a.       Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik  dan lingkungannya.
b.      Beragam dan terpadu
c.       Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi, dan seni.
d.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e.       Menyeluruh dan berkesinambungan
f.       Belajar sepanjang hayat
g.      Seimbang antara  kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Penutup
Dari uraian di atas KTSP merupakan kurikulum yang mengacu kepada konsep kurikulum sebagai rencana yang memberikan pedoman atau pegangan dalam proses pembelajaran mengenai bagaimana mengembangkan, melaksanakan dan bagaimana mencapai tujuan atau mengevaluasi proses pembelajaran. Hal yang berbeda dengan pelaksanaan kurikulum di lapangan pengembangannya, termasuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan atau dengan kata lain sekolah dalam hal ini guru bidang studi untuk menyusun kurikulumnya sendiri disesuaikan dengan relevansinya. Dengan demikian guru berfungsi sebagai pengembang kurikulum yang bertanggung jawab bagaimana merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran yang diampunya sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditentukan.

Daftar rujukan

Zais, (1976)  . Curriculum Principle and Fondation, London: Harper
Nasution, (2005).   Didaktik Asas Asas Mengajar, Bandung : Jemars
Sukmadinata.S.N ( 2009 ). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung. Remaja     Rosdakarya.
Hamalik, 2008 :4 Hamalik, O ( 2008 ) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT.       Remaja Rosda Karya.
Sanjaya,W ( 2008 ). Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ). Jakarta : Predana Media Group.
Oliva, 1996 : 6. Develoving Curriculum Trird Edition , London, Harver
Mahfuddin,A ( 2008 ). Konsep Kurikulum dan Pembelajaran ( Materi Matrikulasi Pasca Sarjana / S2 Kampus Serang). Bandung :Prodi Pengembangan Kurikulum Sekolah Pasca Sarjana UPI
Erliany ( 2007 : 23) Erliany.S. ( 2007 ). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial . Disertasi Doktor pada PPS Bandung: tidak diterbitkan.
 Depennas ( 2007 ) Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) SMP. Jakarta : Departemen
( UU.  No. 20 . Thn 2003 SISDIKNAS Bab X Ps. 36 ayat 1 dan 2 ).

Tidak ada komentar: