Oleh : Deni Sopari. *)
Pendahuluan
U
|
paya mencari
pemecahan masalah di seputar pendidikan saat ini mulai memperlihatkan titik terang
dengan dikeluarkannya PP No 19 Thn 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
merupakan realisasi dari UU No. 20.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional .PP
ini diperkuat dengan terbitnya Permendiknas
dan wujud implementasinya dengan digulirkannya Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang dikenal dengan KTSP.
Diharapkan dengan pembaharuan system ini mampu menjawab permasalahan dan
tuntutan serta kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan dalam mengantisifasi
perkembangan zaman dan memberikan acuan
bagi penyelenggara pembelajaran di satuan pendidikan minimal sampai dengan
tahun 2025. Sehingga mutu out put
pendidikan kita bisa meningkat dan mempunyai daya saing yang tinggi di mata
dunia yang selama ini dianggap masih rendah.
Ketercapaian
target tujuan dari sistem ini apabila kita kaji dari pengalaman sebelumnya yang
dipandang kurang memenuhi harapan salah satunya adalah faktor mentalitas dari
individu-individu yang terlibat baik langsung maupun tidak terhadap dunia
pendidikan yang konon menentukan hitam putihnya Negara dan bangsa di masa yang
akan datang. Maka untuk memperbaiki
mentalitas ini diperlukan adanya virus
mental yang mampu merangsang untuk
berprestasi lebih baik sehingga diharapkan munculnya budaya unggul di dunia pendidikan , dengan demikan akan mengasilkan
produk pendidikan yang baik dan sekaligus mampu menaikan daya saing dengan hasil pendidikan dari Negara-negara
lain , virus mental itu dinamakan n-Ach ( need-for
Achievment ).
Arah Pendidikan Nasional
Lahirnya
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lahir dari
tuntutan pelaksanaan pembaharuan pendidikan yang diharapkan dapat mendukung
segala upaya memecahkan permasalahan pendidikan.
Permasalahan
pendidikan selama ini dipandang masih belum menemukan formula yang sesuai
dengan kebutuhan zaman atau dengan kata
lain pendidikan yang mampu menjawab
tantangan zaman. Pendidikan belum mampu menghasilkan out put yang memadai dan menciptakan sumber daya
manusia yang andal, apalagi membangun
kualitas bangsa . Krisis multidimensional yang berkepanjangan yang melanda
bangsa Indonesia.
Dan daya kompetitif hasil pelaporan dari beberapa lembaga yang banyak dilansir
oleh media massa dari laporan hasil Study The
Third Mathematic and Science Study ( IAE, 2003) mengenai prestasi siswa SMP
dalam bidang IPA dan Matematikan ( Wisudo : 2004 ) dari UNDP dalam Human Develovment
Report 2003 tentang pengembangan sumber daya manusia ( Sumarna : 2005 )dan dari The
world Economic Forum, Swedia ( 2000) tentang daya saing dunia (
Surapranata ) ketiga laporan tentang
prestasi pendidikan kita kurang menggembirakan . Merupakan dua contoh kasus yang bisa dijadikan bukti secara umum kegagalan sistem
pendidikan di Indonesia
selama ini ( Surakhmad dalam Gerbang :
2003 ).
Permasalahan-permasalahan
tersebut dalam UU. No .20 Tahun 2003. tentang system pendidikan nasional secara
konseptual telah terakomidir, hal ini terlihat diantaranya dari ;1). Visi pendidikan pendidikan nasional,
yaitu terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memperdayakan semua warga negara
Indonsia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sejalan dengan visi ini
Pendidikan Nasional Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan
insan Indonesia
cerdas dan kompetitif. 2) Misi pendidikan Nasional . Mewujudkan
pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif. Dalam
misi ini termaktup bagaimana meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga
pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan , keterampilan,
pengalaman , sikap , dan nilai berdasarkan standar nasional dan global .3).Rencana pembangunan Pendidikan nasional jangka panjang . Disini
diprediksikan ketercapaian target pendidikan ,yaitu : periode 2005 – 2010
peningkatan kapasitas dan modernisasi, periode 2010 – 2015 penguatan pelayanan,
periode 2015 – 2020 Daya saing regional dan periode 2020 – 2025 pencapaian daya
saing Internasional. 4.)Acuan operasional
Kurikulum yang diterapkan. Diantaranya
perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi, dan seni, ; tuntutan dunia
kerja dan dinamika perkembangan global. 5).
Adanya Standarisasi Nasional pendidikan, Standar ini di atur dalam Peraturan
Pemerintah No 19 Tahun 2005. Standar
Nasional Pendidikan ini adalah kriteria
minimal tentang system pendidikan di seluruh wilayah hukum Indonesia , dan dinaungi
langsung oleh suatu Badan Standar Nasional Pendidikan yang dikenal dengan BNSP
dengan fungsinya sebagai badan yang bertanggung jawab mengembangkan , memantau
pelaksanaan, dan mengevaluasi Standar
Nasional Pendidikan. Dan yang 6 ). Adanya Lembaga Penjaminan Mutu yang dikenal dengan LPMP yang merupakan unit
pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi yang membantu
pemerintah daerah dalam bentuk suvervisi , bimbingan arahan, saran dan bantuan
teknis kepada satuan pendidikan dalam upaya penjaminan mutu satuan pendidikan
untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan. ( Depenas : 2007 ).
Dari uraian di
atas terlihat kemana arah sistem
pendidikan kita mulai dari perencanaan ,
pelaksanaan dan pengawasan dan apabila dilaksanakan dengan konsisten,
mewujudkan pendidikan Nasional yang bermutu dan out put pendidikan yang kompetitif dan unggul dalam persaingan
dunia bukan merupakan suatu hal yang mustahil dan ini sesuai dengan kebijakan
pokok pembangunan pendidikan nasional yang salah satunya peningkatan mutu pendidikan , relevansi dan
daya saing, sehingga permasalahan-permasalahan
yang penulis uraiakan di atas bisa teratasi dengan baik..
Yang menjadi
permasalahan sekarang adalah apakah sistem pendidikan yang sangat ideal ini
bisa terlaksana dengan baik di lapangan sehingga tujuan ideal bisa tercapai
dengan baik ?
Dengan meminjam
istilah “ The man behind the Gun “ bisa memberikan gambaran kepada kita salah
satu faktor keberhasilan suatu sistem dan atau program apapun sangat tergantung
kepada factor man ( manusia )
terutama mentalitasnya. Apakah factor manusia mulai dari para pendidik, tenaga
kependidikan, serta pemangku kepentingan ( stakeholder
) memiliki mentalitas yang diharapkan dengan perubahan yang terjadi dalam dunia
pendidikan ini yaitu perubahan sistem pendidikan secara umum khususnya
perubahan kurikulum ini serta melaksanakan dengan sebaik mungkin , menghindari
penyimpangan arah perubahan yang diinginkan dan mempunyai mentalitas yang
selalu ingin berbuat yang terbaik serta
sadar bahwa pendidikan itu adalah investasi bangsa yang menentukan
hitam-putihnya bangsa dan negara di masa yang akan datang sehingga memunculkan budaya unggul yang nantinya
mampu berkompetitif dengan bangsa lain atau tidak. ?.
Perlunya Virus n-Ach
Dalam
sambutannya pada saat peluncuran buku terbaru karya Stepen. R Covey yang
berjudul The 8th Habit : from effectiveness
to Greathness dalam seminar “ Achieving
Greathness a Turbullent World in The 8th Habit “ Presiden SBY menginginkan timbulnya budaya
unggul ( culture of excellence)
yang berlandaskan kesadaran akan
kemampuan diri sendiri dapat menjadi identitas dan semangat kebangsaan negara. Budaya unggul tersebut diharapkan kelak
menjadi budaya nasional . Budaya unggul ini adalah semangat dan kultur untuk mencapai kemajuan dengan cara berbuat
yang terbaik ( Kompas ‘ 1/12/2005)
Harapan luhur
presiden di atas akan terwujud apabila ada konsep yang mampu
memberikan arah prilaku dan
mental budaya kepada individu maupun lembaga/instansi yang menjadi ukuran
bagaimana mewujudkan budaya unggul
tersebut .
Mc. Celland
dalam hal ini mengungkapkan suatu konsep yang disebut virus mental yaitu semacam rangsangan pada proses berpikir
aktif dan kreatif , virus ini dinamakan nAch
( need for Achievment ), yaitu hasrat
untuk berprestasi yang lebih tinggi dari apa yang pernah diraihnya. Isi atau
muatan mentalitas ini berisi sejumlah tata nilai dan sikap yang dimiliki
individu atau instansi / lembaga . ( Mutakin : 1990 ).
Tata nilai ini
berisi tuntunan/arahan terhadap prilaku seseorang atau kelompok dalam
berprilaku dalam menghadapi perubahan yang terjadi yang dikenal dengan istilah mordenisasi . Pada dasarnya mordenisasi
mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pramoderen dalam arti teknologi ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang
menjadi cirri-ciri negara barat yang stabil ( Soekamto : 1990). Biasanya
perubahan social ini kearah ( directed-Change
) yang didasarkan pada perencanaan yang matang ( social planning ) . Tetapi di negara yang sedang berkembang
seperti halnya Indonesia
sering terjadi perubahan yang tidak dikehendaki ( unintended-Change ) atau perubahan yang tidak terencanakan ( unplanned – change ) . Seiring dengan Era globalisasi
yang diiringi oleh transformasi ;
ekonomi, demografi bentuk penyimpangan ini sering terjadi dalam bentuk
ketinggalan budaya ( culture lag )
akibat dari arus transformasi yang tidak diimbangi dengan kesiapan mentalitas individu atau kelompok sehingga memunculkan mentalitas
yang justru merusak proses mordenisasi .
Hal ini pernah terjadi pada saat negara ini mengalami perubahan dari
iklim sebelum dan sesudah revolusi yang banyak tekanan iklim kemerdekaan dan
kedamaian , karena ketidak siapan mental dan tatanan sosial yang belum sempat
tertata dengan baik perubahan itu justru mengakibatkan “trauma” yang mengkristral
mewujudkan ciri mentalitas bangsa Indonesia yang digambarkan oleh
Kuncaraningrat ( 1985) sebagai berikut :
1). mentalitas nerabas, 2). Mentalitas
yang suka merendahkan mutu, 3). Mentalitas yang tidak percaya pada diri
sendiri, 4). Mentalitas yang tidak berdisilin murni dan ; 5). Mentalitas yang
suka mengabaikan tanggungjawab. ( Mutakin : 1990).
Kondisi mentalitas
ini tidak menutup kemungkinan muncul pada saat ini , dimana Indonesia mengalami 3 perubahan sosial yang
cukup ekstrim sekaligus, yaitu perubahan dari 1).Era Orde Baru ke era
Reformasi, 2) Era sentralisasi ke era desentralisasi dan,
3). Era region sektoral ke era globalisasi.
Padahal dalam mordenisasi diperlukan orang-orang yang menghendaki
perubahan ( agent of change ) yang
mempunyai pikiran moderen, yakni
manusia yang dapat ; belajar untuk memamfaatkan dan menguasai alam
sekelilinginya dari pada bersikaf pasrah dan pasif , yakni bahwa keadaan dapat
diperhitungkan artinya bahwa orang lain serta lembaga lain dapat diandalkan
dalam memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya, tidak setuju dengan pendapat
sesuatu yang ditentukan oleh nasib atau watak dan sifat-sifat khusus dari
orang-orang tertentu ( Sukamto : 1990 ). Dengan kata lain apabila kita ingin
maju perlu adanya kesiapan mental untuk menghadapi perubahan yang terjadi. Kesiapan
mental inilah yang mungkin diperlukan dalam menghadapi perubahan sistem pendidikan
kita ini sehingga rumusan ideal dari sistem tersebut bisa diimplemtasikan
dengan baik di lapangan.
Perubahan sikap
mental dalam dunia pendidikan merupakan hal yang yang penting , sebab fasilitas yang lengkap, infrastruktur
yang baik, dana yang memadai dan kurikulum yang mantap tidak akan banyak
berarti dalam peningkatan mutu pendidikan di negeri ini kalau mentalitas pelaksana dan pengelolanya tidak
memiliki mentalitas yang diharapkan dalam tujuan perubahan yang telah
direncanakan dan dikehendaki. Intinya dalam masyarakat global saat ini yang
ditandai dengan kemajuan teknologi dan perdagangan bebas kualitas sumber daya manusia pendidikan
menjadi ukuran utama . Kualitas yang
dimaksud tidak hanya dalam segi intelektual saja tapi dari segi mentalitas
emosional dan kejernihan hati nurani.
Apalgi saat ini semakin terasa bahwa perkembangan masa depan tidak lagi
berjalan linier sebagaimana pernah
terjadi pada kurun waktu dua dekade .
Karena linernya bentuk perubahan zaman selaman dua dekade ini , banyak
para akhli meramalkan bahwa menjelang abad ke-21 negara kita termasuk salah
satu “ macan “ ekonomi Asia. Tetapi kenyataannya sangat terbalik kita semua tahu
apa yang tergambar dengan kondisi ekonomi kita saat ini ?. Mungkin termasuk
kondisi pendidikan kita. Ramalan itu meleset , karena pola perubahan zaman yang
liner telah berakhir. Oleh sebab itu kita perlu memperhatikan ucapan Rowan
Gibson ( dalam Suyanto : 2004 ) dalam bukunya Rethinking The Future , Sebagai berikut : “ The Fast is that the future will not be a continuation of the past, it
will be a series of discontinuities”. Untuk itu mengapa diperlukan
mentalitas yang mampu membuat perubahan sehingga kondisi di atas tidak
berlarut-larut dan bisa diperbaiki.
Dengan
diterapkannya konsep virus mental yang
bernama n Ach ini diharapkan pelaksanaan sistem pendidikan yang
telah dirancang sedemikian idealnya bisa dilaksanakan dengan baik dilapangan.
Sehingga tuntutan perubahan kondisi pendidikan kearah yang lebih baik bisa
tercapai. Yang jelas apakah virus ini sudah dimiliki oleh seluruh kalangan yang
berkiprah di dunia pendidikan ini, dan siap menularkannya sehingga budaya
unggul ini menjadi identitas dunia pendidikan kita dan sekaligus menjadi
identitas budaya bangsa kita.
Sebagai penutup
tulisan ini penulis ungkapkan salah satu contoh penularan virus n Ach yang dilakukan
oleh Presiden kita dengan
ungkapannya sebagai berikut :
“
Budaya unggul adalah semangat dan kultur untuk mencapai kemajuan dengan cara
kita harus bisa, kita harus berbuat yang terbaik kalau orang lain bisa mengapa
kita tidak bisa. Kalau Malaysia bisa
kenapa kita tidak, kalau ekonomi Cina bisa maju kenapa kita tidak. Kita harus bisa melihat budaya unggul itu ada
di Universitas, sekolah, lembaga pemerintah, polisi, militer, provinsi, kabupaten,
kota dan
lain-lain … sehingga menjadai identitas kelembagaan negara yang diharapkan
menjadi budaya nasional… “ We will be the loser in globalization not the
winner” Padahal ,” We want to a winner. ( Kompas;
1/12/2005.hl.1,3).
Kesimpulan :
Terbitnya
Peraturan pemerintah no 19 thun 2005 sebagai realisasi Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lahir dari tuntutan pelaksanaan
pembaharuan pendidikan yang diharapkan dapat mendukung segala upaya memecahkan
permasalahan pendidikan. Upaya
pembaharuan ini dalam pelaksanaannya
harus didukung oleh kesiapan mental dalam menghadapi perubahan yang
telah direncakan dan dikehendaki oleh Undang-undang. Kesiapan mental ini perlu
adanya satu bentuk virus mental yaitu semacam rangsangan pada proses berpikir
aktif dan kreatif , virus ini dinamakan nAch
( need for Achievment ), yaitu hasrat
untuk berprestasi yang lebih tinggi dari apa yang pernah diraihnya sehingga
menciptakan budaya unggul dalam dunia pendidikan. Diharapkan dengan virus ini pelaksanan
sistem pendidikan kita bisa berjalan dengan baik sehingga permasalahan yang
melilit dunia pendidikan kita bisa teratasi. Semoga.
*)
Penulis adalah Guru di SMP N 6 Serang
Daftar rujukan :
1. Mutaqin, Awan, Drs, M.Pd. (1990), Antropogi Indonesia, FPIPS IKIP Bdg.
2.
Mulyana, Yoyo,
Prof.DR. M.Ed. (2005). Mengadapi masalah daya saing PT dan Dunia ( Pidato
Rektor pada Dies Natalis XXIV dan Wisuda
Sarjana XIII Untirta.
3. Ramzah, Zamsari , (2005). Ketika Pendidikan Mulai
langka, Mjl. Gerbang.Ed.12. Thn.ke 5
4.
Suyanto, Prof,
P.hd. (2004), Inovasi Pembelajaran ( Makalah dalam symposium Nasional
Pendidikan ). Tdk dipublikasikan.
5.
Soekamto Sarjono,
(1990). Sosiologi suatu pengantar, Pt
Grafindo Persada , Jakarta
6.
Wisudo, Bambang
(2004) Pendidikan dasar kurang bermutu. Kompas ( 2004,29 Des k.3,3)
7.
Supranata,
Sumarna, ( 2004) Menyoal Pengendalin Mutu Pendidikan. Buletin Pusat perbukuan ,
Vol.10. thn 2004.
8.
Surakhmad,
Winarno, dkk (2003) Mengurai Benang Kusut Pendidikan , Transpormasi UNJ, Jakarta.
9.
……………………………, (2005).
Presiden : Budaya unggul lharus jadi identitas kita ( Kompas : Des. 2005 h.11)
10.
……………………………,
(2006) Penyusunan KTSP, Depenas , Jakarta
11.
……………………………., (
2007) Materi Sosialisasi dan
Pelatihan KTSP SMP , Depenas , Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar