Laman

Minggu, 05 Februari 2012

PERLUNYA VIRUS “ n-Ach” DALAM MENUMBUHKAN BUDAYA UNGGUL DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Oleh : Deni Sopari. *)

Pendahuluan
U

paya mencari pemecahan masalah di seputar pendidikan saat ini mulai memperlihatkan titik terang dengan dikeluarkannya PP No 19 Thn 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang merupakan realisasi dari UU No. 20.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional .PP ini diperkuat dengan terbitnya Permendiknas  dan wujud implementasinya dengan digulirkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikenal dengan KTSP.  Diharapkan dengan pembaharuan system ini mampu menjawab permasalahan dan tuntutan serta kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan dalam mengantisifasi perkembangan zaman dan memberikan acuan  bagi penyelenggara pembelajaran  di satuan pendidikan minimal sampai dengan tahun 2025. Sehingga mutu out put pendidikan kita bisa meningkat dan mempunyai daya saing yang tinggi di mata dunia yang selama ini dianggap masih rendah.
Ketercapaian target tujuan dari sistem ini apabila kita kaji dari pengalaman sebelumnya yang dipandang kurang memenuhi harapan salah satunya adalah faktor mentalitas dari individu-individu yang terlibat baik langsung maupun tidak terhadap dunia pendidikan yang konon menentukan hitam putihnya Negara dan bangsa di masa yang akan datang.  Maka untuk memperbaiki mentalitas ini diperlukan adanya virus mental  yang mampu merangsang untuk berprestasi lebih baik sehingga diharapkan munculnya budaya unggul di dunia pendidikan , dengan demikan akan mengasilkan produk pendidikan yang baik dan sekaligus mampu menaikan daya saing  dengan hasil pendidikan dari Negara-negara lain , virus mental itu dinamakan n-Ach ( need-for Achievment ).
Arah  Pendidikan Nasional
Lahirnya Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lahir dari tuntutan pelaksanaan pembaharuan pendidikan yang diharapkan dapat mendukung segala upaya memecahkan permasalahan pendidikan.
Permasalahan pendidikan selama ini dipandang masih belum menemukan formula yang sesuai dengan kebutuhan zaman  atau dengan kata lain  pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman. Pendidikan belum mampu menghasilkan  out put  yang memadai dan menciptakan sumber daya manusia  yang andal, apalagi membangun kualitas bangsa . Krisis multidimensional yang berkepanjangan yang melanda bangsa Indonesia. Dan daya kompetitif hasil pelaporan dari beberapa lembaga yang banyak dilansir oleh media massa dari laporan hasil Study The Third Mathematic and Science Study ( IAE, 2003) mengenai prestasi siswa SMP dalam bidang IPA dan Matematikan ( Wisudo : 2004 ) dari UNDP dalam Human Develovment Report 2003 tentang pengembangan sumber daya manusia  ( Sumarna : 2005 )dan dari  The world Economic Forum, Swedia ( 2000) tentang daya saing dunia  ( Surapranata ) ketiga  laporan tentang prestasi pendidikan kita kurang menggembirakan . Merupakan  dua contoh kasus yang bisa  dijadikan bukti secara umum kegagalan sistem pendidikan di Indonesia selama ini   ( Surakhmad dalam Gerbang : 2003 ).
Permasalahan-permasalahan tersebut dalam UU. No .20 Tahun 2003. tentang system pendidikan nasional secara konseptual telah terakomidir, hal ini terlihat diantaranya dari ;1). Visi pendidikan pendidikan nasional, yaitu  terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memperdayakan semua warga negara Indonsia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sejalan dengan visi ini Pendidikan Nasional Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif. 2) Misi pendidikan Nasional . Mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia  cerdas komprehensif dan kompetitif. Dalam misi ini termaktup bagaimana meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan , keterampilan, pengalaman , sikap , dan nilai berdasarkan standar nasional dan global .3).Rencana pembangunan Pendidikan  nasional jangka panjang . Disini diprediksikan ketercapaian target pendidikan ,yaitu : periode 2005 – 2010 peningkatan kapasitas dan modernisasi, periode 2010 – 2015 penguatan pelayanan, periode 2015 – 2020 Daya saing regional dan periode 2020 – 2025 pencapaian daya saing Internasional. 4.)Acuan operasional Kurikulum yang diterapkan. Diantaranya  perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi, dan seni, ; tuntutan dunia kerja dan dinamika perkembangan global. 5). Adanya Standarisasi Nasional pendidikan, Standar ini di atur dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005. Standar Nasional Pendidikan  ini adalah kriteria minimal tentang system pendidikan di seluruh wilayah hukum Indonesia , dan dinaungi langsung oleh suatu Badan Standar Nasional Pendidikan yang dikenal dengan BNSP dengan fungsinya sebagai badan yang bertanggung jawab mengembangkan , memantau pelaksanaan, dan  mengevaluasi Standar Nasional Pendidikan. Dan yang 6 ). Adanya Lembaga Penjaminan Mutu  yang dikenal dengan LPMP yang merupakan unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi yang membantu pemerintah daerah dalam bentuk suvervisi , bimbingan arahan, saran dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dalam upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan. ( Depenas : 2007 ).
Dari uraian di atas  terlihat kemana arah sistem pendidikan kita  mulai dari perencanaan , pelaksanaan dan pengawasan dan apabila dilaksanakan dengan konsisten, mewujudkan pendidikan Nasional yang bermutu dan out put pendidikan yang kompetitif dan unggul dalam persaingan dunia bukan merupakan suatu hal yang mustahil dan ini sesuai dengan kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional yang salah satunya  peningkatan mutu pendidikan , relevansi dan daya saing,  sehingga permasalahan-permasalahan yang penulis uraiakan di atas bisa teratasi dengan baik..
Yang menjadi permasalahan sekarang adalah apakah sistem pendidikan yang sangat ideal ini bisa terlaksana dengan baik di lapangan sehingga tujuan ideal bisa tercapai dengan baik ?
Dengan meminjam istilah “ The man behind the Gun “  bisa memberikan gambaran kepada kita salah satu faktor keberhasilan suatu sistem dan atau program apapun sangat tergantung kepada factor man ( manusia ) terutama mentalitasnya. Apakah factor manusia mulai dari para pendidik, tenaga kependidikan, serta pemangku kepentingan ( stakeholder ) memiliki mentalitas yang diharapkan dengan perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan ini yaitu perubahan sistem pendidikan secara umum khususnya perubahan kurikulum ini serta melaksanakan dengan sebaik mungkin , menghindari penyimpangan arah perubahan yang diinginkan dan mempunyai mentalitas yang selalu ingin berbuat yang terbaik  serta sadar bahwa pendidikan itu adalah investasi bangsa yang menentukan hitam-putihnya bangsa dan negara di masa yang akan datang  sehingga memunculkan budaya unggul  yang nantinya mampu berkompetitif dengan bangsa lain atau tidak. ?.

Perlunya Virus n-Ach
Dalam sambutannya pada saat peluncuran buku terbaru karya Stepen. R Covey yang berjudul  The 8th Habit : from effectiveness to Greathness  dalam seminar  Achieving Greathness a Turbullent World in The 8th Habit “  Presiden SBY menginginkan timbulnya budaya unggul  ( culture of excellence) yang berlandaskan kesadaran  akan kemampuan diri sendiri dapat menjadi identitas dan semangat kebangsaan negara.  Budaya unggul tersebut diharapkan kelak menjadi budaya nasional . Budaya unggul ini adalah semangat  dan  kultur  untuk mencapai kemajuan dengan cara berbuat yang terbaik ( Kompas ‘ 1/12/2005)
Harapan luhur presiden di atas akan terwujud apabila ada konsep  yang mampu  memberikan arah prilaku  dan mental budaya  kepada individu  maupun lembaga/instansi yang menjadi ukuran bagaimana  mewujudkan budaya unggul tersebut .
Mc. Celland dalam hal ini mengungkapkan suatu konsep yang disebut virus mental  yaitu semacam rangsangan pada proses berpikir aktif dan kreatif , virus ini dinamakan nAch ( need for Achievment ), yaitu hasrat untuk berprestasi yang lebih tinggi dari apa yang pernah diraihnya. Isi atau muatan mentalitas ini berisi sejumlah tata nilai dan sikap yang dimiliki individu atau instansi / lembaga . ( Mutakin : 1990 ).
Tata nilai ini berisi tuntunan/arahan terhadap prilaku seseorang atau kelompok dalam berprilaku dalam menghadapi perubahan yang terjadi yang dikenal dengan istilah mordenisasi . Pada dasarnya mordenisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional  atau pramoderen  dalam arti teknologi  ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi cirri-ciri negara barat yang stabil ( Soekamto : 1990). Biasanya perubahan social ini kearah ( directed-Change ) yang didasarkan pada perencanaan yang matang ( social planning ) . Tetapi di negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia sering terjadi perubahan yang tidak dikehendaki ( unintended-Change ) atau perubahan yang tidak terencanakan ( unplanned – change ) . Seiring dengan Era globalisasi yang diiringi oleh transformasi ; ekonomi, demografi bentuk penyimpangan ini sering terjadi dalam bentuk ketinggalan budaya ( culture lag ) akibat dari arus transformasi yang tidak diimbangi dengan kesiapan mentalitas individu  atau kelompok sehingga memunculkan mentalitas yang justru merusak proses mordenisasi .  Hal ini pernah terjadi pada saat negara ini mengalami perubahan dari iklim sebelum dan sesudah revolusi yang banyak tekanan iklim kemerdekaan dan kedamaian , karena ketidak siapan mental dan tatanan sosial yang belum sempat tertata dengan baik perubahan itu justru mengakibatkan “trauma”  yang mengkristral mewujudkan ciri mentalitas bangsa Indonesia yang digambarkan oleh Kuncaraningrat  ( 1985) sebagai berikut : 1). mentalitas nerabas, 2). Mentalitas yang suka merendahkan mutu, 3). Mentalitas yang tidak percaya pada diri sendiri, 4). Mentalitas yang tidak berdisilin murni dan ; 5). Mentalitas yang suka mengabaikan tanggungjawab. ( Mutakin : 1990).
Kondisi mentalitas ini tidak menutup kemungkinan muncul pada saat ini , dimana Indonesia mengalami 3 perubahan sosial  yang  cukup ekstrim sekaligus, yaitu perubahan dari 1).Era Orde Baru ke era Reformasi, 2) Era sentralisasi ke era desentralisasi dan, 3). Era region sektoral ke era globalisasi.  Padahal dalam mordenisasi diperlukan orang-orang yang menghendaki perubahan ( agent of change ) yang mempunyai pikiran moderen, yakni manusia yang dapat ; belajar untuk memamfaatkan dan menguasai alam sekelilinginya dari pada bersikaf pasrah dan pasif , yakni bahwa keadaan dapat diperhitungkan artinya bahwa orang lain serta lembaga lain dapat diandalkan dalam memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya, tidak setuju dengan pendapat sesuatu yang ditentukan oleh nasib atau watak dan sifat-sifat khusus dari orang-orang tertentu ( Sukamto : 1990 ). Dengan kata lain apabila kita ingin maju perlu adanya kesiapan mental untuk menghadapi perubahan yang terjadi. Kesiapan mental inilah yang mungkin diperlukan dalam menghadapi perubahan sistem pendidikan kita ini sehingga rumusan ideal dari sistem tersebut bisa diimplemtasikan dengan baik di lapangan.
Perubahan sikap mental dalam dunia pendidikan merupakan hal yang yang penting  , sebab fasilitas yang lengkap, infrastruktur yang baik, dana yang memadai dan kurikulum yang mantap tidak akan banyak berarti dalam peningkatan mutu pendidikan di negeri ini  kalau mentalitas pelaksana dan pengelolanya tidak memiliki mentalitas yang diharapkan dalam tujuan perubahan yang telah direncanakan dan dikehendaki. Intinya dalam masyarakat global saat ini yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan perdagangan bebas  kualitas sumber daya manusia pendidikan menjadi ukuran utama .  Kualitas yang dimaksud tidak hanya dalam segi intelektual saja tapi dari segi mentalitas emosional dan kejernihan hati nurani.  Apalgi saat ini semakin terasa bahwa perkembangan masa depan tidak lagi berjalan linier sebagaimana pernah terjadi pada kurun waktu dua dekade .  Karena linernya bentuk perubahan zaman selaman dua dekade ini , banyak para akhli meramalkan bahwa menjelang abad ke-21 negara kita termasuk salah satu “ macan “ ekonomi Asia. Tetapi kenyataannya sangat terbalik kita semua tahu apa yang tergambar dengan kondisi ekonomi kita saat ini ?. Mungkin termasuk kondisi pendidikan kita. Ramalan itu meleset , karena pola perubahan zaman yang liner telah berakhir. Oleh sebab itu kita perlu memperhatikan ucapan Rowan Gibson ( dalam Suyanto : 2004 ) dalam bukunya Rethinking The Future , Sebagai berikut : “ The Fast is that the future will not be a continuation of the past, it will be a series of discontinuities”. Untuk itu mengapa diperlukan mentalitas yang mampu membuat perubahan sehingga kondisi di atas tidak berlarut-larut dan bisa diperbaiki.
Dengan diterapkannya konsep virus mental yang bernama n Ach ini  diharapkan pelaksanaan sistem pendidikan yang telah dirancang sedemikian idealnya bisa dilaksanakan dengan baik dilapangan. Sehingga tuntutan perubahan kondisi pendidikan kearah yang lebih baik bisa tercapai. Yang jelas apakah virus ini sudah dimiliki oleh seluruh kalangan yang berkiprah di dunia pendidikan ini, dan siap menularkannya sehingga budaya unggul ini menjadi identitas dunia pendidikan kita dan sekaligus menjadi identitas budaya bangsa kita.
Sebagai penutup tulisan ini penulis ungkapkan salah satu contoh penularan virus n Ach  yang dilakukan oleh Presiden kita  dengan ungkapannya  sebagai berikut :
“ Budaya unggul adalah semangat dan kultur untuk mencapai kemajuan dengan cara kita harus bisa, kita harus berbuat yang terbaik kalau orang lain bisa mengapa kita tidak bisa.  Kalau Malaysia bisa kenapa kita tidak, kalau ekonomi Cina bisa maju kenapa kita tidak.  Kita harus bisa melihat budaya unggul itu ada di Universitas, sekolah, lembaga pemerintah, polisi, militer, provinsi, kabupaten, kota dan lain-lain … sehingga menjadai identitas kelembagaan negara yang diharapkan menjadi budaya nasional… “ We will be the loser in globalization not the winner”  Padahal ,” We want to a winner. ( Kompas; 1/12/2005.hl.1,3).
Kesimpulan :
Terbitnya Peraturan pemerintah no 19 thun 2005 sebagai realisasi Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lahir dari tuntutan pelaksanaan pembaharuan pendidikan yang diharapkan dapat mendukung segala upaya memecahkan permasalahan pendidikan. Upaya  pembaharuan ini dalam pelaksanaannya  harus didukung oleh kesiapan mental dalam menghadapi perubahan yang telah direncakan dan dikehendaki oleh Undang-undang. Kesiapan mental ini perlu adanya satu bentuk virus mental  yaitu semacam rangsangan pada proses berpikir aktif dan kreatif , virus ini dinamakan nAch ( need for Achievment ), yaitu hasrat untuk berprestasi yang lebih tinggi dari apa yang pernah diraihnya sehingga menciptakan budaya unggul dalam dunia pendidikan. Diharapkan dengan virus ini pelaksanan sistem pendidikan kita bisa berjalan dengan baik sehingga permasalahan yang melilit dunia pendidikan kita bisa teratasi. Semoga.
                                                *) Penulis adalah Guru di SMP N 6 Serang


Daftar rujukan :
1.       Mutaqin, Awan, Drs, M.Pd.  (1990), Antropogi Indonesia, FPIPS IKIP Bdg.
2.                                                                                           Mulyana, Yoyo, Prof.DR. M.Ed. (2005). Mengadapi masalah daya saing PT dan Dunia ( Pidato Rektor pada Dies Natalis  XXIV dan Wisuda Sarjana  XIII Untirta.
3.       Ramzah, Zamsari , (2005). Ketika Pendidikan Mulai langka, Mjl. Gerbang.Ed.12. Thn.ke 5
4.                                                                                                 Suyanto, Prof, P.hd. (2004), Inovasi Pembelajaran ( Makalah dalam symposium Nasional Pendidikan ). Tdk dipublikasikan.
5.                                                                                                 Soekamto Sarjono, (1990). Sosiologi  suatu pengantar, Pt Grafindo Persada , Jakarta
6.                                                                                                 Wisudo, Bambang (2004) Pendidikan dasar kurang bermutu. Kompas ( 2004,29 Des k.3,3)
7.                                                                                                 Supranata, Sumarna, ( 2004) Menyoal Pengendalin Mutu Pendidikan. Buletin Pusat perbukuan , Vol.10. thn 2004.
8.                                                                                                 Surakhmad, Winarno, dkk (2003) Mengurai Benang Kusut Pendidikan , Transpormasi UNJ, Jakarta.
9.                                                                                                 ……………………………, (2005). Presiden : Budaya unggul lharus jadi identitas kita ( Kompas : Des. 2005 h.11)
10.                                                                                              ……………………………, (2006) Penyusunan KTSP, Depenas , Jakarta
11.                                                                                              ……………………………., ( 2007) Materi  Sosialisasi dan Pelatihan  KTSP SMP , Depenas , Jakarta

Tidak ada komentar: